Usai Menerima Laporan, Komnas Anak Provinsi Banten Gerak Cepat, Kunjungi Kediaman 3 Santriwati Korban Rudapaksa
GELUMPAI.ID – Komnas Anak Provinsi Banten akhirnya mengunjungi kediaman 3 santriwati korban rudapaksa, yang diduga dilakukan oleh salah seorang pendidik Pondok Pesantren di Kasemen, Kota Serang.
Tidak hanya melakukan kunjungan ke kediaman 3 santriwati korban rudapaksa, Komnas Anak Provinsi Banten juga melakukan kunjungan ke lokasi kejadian guna melaksanakan assesment awal.
Kunjungan tersebut dilakukan oleh Komnas Anak Provinsi Banten pada Senin, 12 Desember 2022 dengan didampingi oleh RT setempat.
Dalam kunjungan tersebut, tim disambut dengan baik oleh keluarga besar Pondok Pesantren, dan diajak berkeliling melihat lingkungan sekitar.
Usai melakukan kunjungan ke Pondok Pesantren, tim kemudian mengunjungi salah satu korban di tempat-tinggalnya.
Dari Pertemuan awal dengan korban AP (15), korban cukup antusias dan banyak bercerita tentang kegiatannya sehari-hari baik di pesantren, di sekolah, dan cita-cita yang ingin diwujudkannya.
Dari hasil kunjungan tersebut, Tim Komnas Anak berencana akan melakukan kegiatan pendampingan psikologis terhadap para korban, agar tidak terjadi trauma berkepanjangan.
“Disepakati dari pertemuan awal tersebut, akan diagendakan kembali pendampingan psikologis lanjutan, untuk mengatasi trauma para korban,” kata Komnas Anak Provinsi Banten dalam keterangan tertulisnya.
Bukan hanya itu saja, tim juga menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk dapat lebih peka lagi terhadap lingkungan sekitar, agar anak dapat terlindungi dari potensi terjadinya tindak pelecehan.
“Dari Pendampingan awal yang telah dilakukan, Komnas Anak Provinsi Banten mendorong berbagai lapisan masyarakat untuk bisa terus sama-sama memantau berbagai kejadian yang dihadapi anak-anak dengan melihat, bertanya, dan bercerita bersama tentang bagaimana keseharian anak-anak baik di sekolah, lingkungan bermain, dan juga circle pertemanan di anak,” imbuhnya.
Komnas Perlindungan Anak Provinsi Banten mendesak aparat penegak hukum untuk menuntut pelaku seberat-beratnya.
Karena telah melanggar Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan dapat dijerat dengan Pasal 81 ayat (2) Jo Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 dengan sanksi pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak 5 (lima) miliar rupiah.
Selain itu, pelaku juga bisa dijatuhi sanksi pidana tambahan 1/3 dari ancaman pidana awal karena berprofesi sebagai pendidik (Pimpinan Pesantren), dan melakukan tindakan kejahatan kepada lebih dari 1 (satu) orang korban.
Kemudian pelaku juga dapat dijerat dengan pidana tambahan lainnya berupa tindakan kebiri kimia, pengumuman identitas pelaku, hingga dijatuhi tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.***
Tinggalkan Komentar