News

Air Bersih Jadi Penyebab Stunting di Kota Serang

GELUMPAI.ID – Ketersediaan air bersih menjadi salah satu penyebab terjadinya sebuah keluarga berisiko stunting. Berdasarkan pendataan hasil tim audit stunting, di Kota Serang terdata sebanyak 8.406 keluarga berisiko stunting dari Pendataan Keluarga 2021 (PK21) sebanyak 37.000.

Demikian disampaikan Walikota Serang, Syafrudin, dalam kegiatan diseminasi audit kasus stunting tingkat Kota Serang. Pada kegiatan tersebut, terungkap sekitar 2.000 anak di Kota Serang yang mengalami stunting yang diakibatkan kondisi lingkungan yang kurang menunjang atau kumuh, bisa juga ketidaksiapan dari calon pengantin.

“Air bersih juga menentukan. Jadi diseminasi audit kasus stunting di Kota Serang ini merupakan salah satu motivasi untuk menggerakkan kita bersama dari mulai Walikota, Wakil Walikota, dan Sekda dalam rangka penyusunan anggaran,” ungkapnya, Senin (10/10).

Pada kesempatan tersebut, ia mengatakan bahwa Pemkot Serang berkomitmen di Tahun 2022 ini untuk terus berupaya melakukan inovasi dalam rangka penanganan stunting. Hal ini juga sesuai dengan instruksi presiden melalui Perpres tahun 2021 dalam rangka penuntasan stunting dilakukan sampai tahun 2024, yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan SK Walikota.

“Kami siapkan (anggaran) dari semua OPD terkait dan Camat beserta Lurah dalam rangka penanganan stunting. Seluruh OPD harus berperan aktif bukan sekarang saja, sudah dimulai dari tahun 2022 awal,” katanya.

Syafrudin mengaku untuk pencegahan stunting ini lebih sulit dikarenakan Pemkot Serang melakukan pencegahan dimulai dari hulu, sembari melakukan penanganan kasus stunting. Pihaknya akan terus berkoordinasi untuk memutus terjadinya keluarga berisiko stunting dengan memberikan penyuluhan bagi calon pengantin dan melakukan pemeriksaan kehamilan secara intensif.

“Pencegahannya ini akan lebih sulit, dilakukan dari masa mau nikah ini kita periksa bekerjasama dengan Kementerian Agama, apakah dari sisi usia sudah memenuhi syarat dan kondisi Kesehatan pun diperiksa. Kemudian setelah mengandung harus diperiksa di Puskesmas atau di Faskes lain, jadi memang dari semenjak awal sebelum nikah sampai melahirkan sampai usia bayi 2 tahun (pencegahannya),” tandas Syafrudin.

Sementara itu, Kepala DP3AKB, Anton Gunawan, menyampaikan hasil monitoring di Kelurahan Cilowong yang disampaikan oleh tim pakar salah satunya yaitu permasalahan air bersih. Ia menjelaskan bahwa kebutuhan air bersih di lingkungan tersebut masih minim sekali.

“Untuk kebutuhan air bersih saja mereka tadi disampaikan oleh tim pakar, harus beli sehari kurang lebih Rp20.000, mungkin itu hasil kesepakatan di warga untuk operasional dan segalanya biar air itu selalu terjaga,” katanya.

Oleh sebab itu, untuk kebutuhan air bersih khususnya di wilayah tersebut, kedepan pihaknya akan bekerjasama dengan PDAB, Bappeda dan DPUTR untuk menambah kebutuhan air bersih bagi warga Cilowong. Sejumlah alternatif untuk memastikan ketersediaan air bersih itu pun telah disampaikan baik dengan cara pengiriman secara rutin atau membuat penampungan air bersih dengan volume lebih besar.

“Untuk warga Cilowong ini beberapa hal telah disampaikan alternatif-alternatif yang akan ditempuh, apakah itu dikirim secara rutin atau dibuat penampungan yang lebih besar, sehingga kebutuhan untuk air bersih minimal bisa terpenuhi,” terangnya.

Anton menjelaskan, kegiatan diseminasi bertujuan untuk menindaklanjuti potensi-potensi yang telah  didapatkan berdasarkan pendataan oleh tim audi. Pada kegiatan tersebut, tim pakar atau tim ahli memberikan sejumlah rekomendasi untuk ditindaklanjuti di tahun 2022 akhir dan di tahun 2023 bersama dengan OPD-OPD terkait.

“Disebutkan misalnya DPUTR menangani air bersih, dari Dinkes sampai kepada Disdukcapil ini terbahas. Karena keterkaitan dengan administrasi kependudukan dalam rangka mendapatkan JKN,” terangnya.

Data stunting di Kota Serang untuk Tahun 2022 per bulan Agustus berdasarkan sumber Dinkes sebanyak 2.111 kasus stunting. Kemudian untuk penanganannya ada dua jenis yaitu penanganan secara sensitif dan penanganan non sensitif.

“Penanganan non sensitif ini teknis oleh Dinkes seperti pemberian makanan tambahan, imunisasinya dan lainnya. Sementara penanganan sensitif dilakukan OPD-OPD terkait seperti kebersihan lingkungan, air bersih, Pendidikan calon pengantin atau penyuluhan,” tandasnya.

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar