Bisnis & Ekonomi News

Amazon Dituduh Sembunyikan Bukti Soal Hubungan Kecepatan Kerja dan Cedera di Gudang

GELUMPAI.ID – Dua studi internal Amazon menemukan kaitan antara kecepatan kerja pekerja gudang dan cedera di tempat kerja, namun perusahaan menolak banyak rekomendasi keselamatan dengan alasan perubahan tersebut bisa mengurangi produktivitas, menurut laporan komite Senat AS.

Dilansir dari laporan yang diterbitkan pada Minggu malam, kajian setebal 160 halaman ini disusun oleh staf mayoritas Demokrat di Komite Kesehatan, Pendidikan, Tenaga Kerja, dan Pensiun Senat AS. Laporan ini merupakan hasil investigasi terhadap praktik keselamatan di gudang Amazon yang dimulai oleh Senator Bernie Sanders tahun lalu.

Senator independen asal Vermont yang sering mengkritik Amazon dan menjabat sebagai ketua komite tersebut, sebelumnya merilis laporan sementara pada bulan Juli yang mencakup beberapa temuan awal dari investigasi ini. Laporan final ini, yang sebagian besar berdasarkan wawancara dengan hampir 500 pekerja Amazon, mencakup lebih banyak detail, seperti dua studi internal dan reaksi yang diterima perusahaan atas temuan-temuan tersebut.

Amazon menanggapi laporan ini pada hari Senin dengan mengatakan melalui posting blog bahwa Sanders “terus menyesatkan publik Amerika” tentang praktik keselamatan perusahaan dan menyebut laporan tersebut “salah dalam hal fakta, menggunakan informasi selektif dan usang yang tidak berlandaskan kenyataan.”

Menurut laporan Senat, Amazon memulai studi internal pada tahun 2021 untuk menentukan jumlah maksimum kali seorang pekerja gudang dapat melakukan tugas fisik yang sama tanpa meningkatkan risiko cedera atau mengembangkan gangguan muskuloskeletal.

Studi yang dinamakan Proyek Elderwand ini fokus pada pekerja yang mengambil barang dari unit rak robotik. Hasil studi menunjukkan bahwa “kemungkinan cedera punggung meningkat” seiring dengan jumlah barang yang diambil dan mengidentifikasi batas atas untuk gerakan repetitif yaitu 1.940 gerakan per shift 10 jam. Laporan tersebut juga mencatat bahwa studi ini merekomendasikan penggunaan perangkat lunak untuk mengatur istirahat “sesuai dengan kecepatan masing-masing pekerja.”

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar