Dapat WTP, Namun Disebut Tidak Bertanggung Jawab
GELUMPAI.ID – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Banten kembali memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada dua daerah yakni Kabupaten Serang dan Kota Cilegon.
Kendati WTP, keduanya tetap didapati temuan yang bahkan disebut terus berulang setiap tahunnya. Sehingga meski WTP, kedua daerah tersebut dinilai tidak bertanggung jawab
Kepala BPK Provinsi Banten, Novie Irawati Herni Purnama, pada saat pemberian LHP-LKPD Kabupaten Serang menuturkan jika pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) merupakan bagian dari tugas konstitusional BPK.
“Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan BPK Perwakilan Provinsi Banten atas LKPD Kabupaten Serang Tahun 2021, termasuk implementasi atas rencana aksi yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Serang, maka BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian atas LKPD TA 2021 kepada Pemerintah Kabupaten Serang,” ujarnya dalam rilis, Senin (23/5).
Kendati mendapatkan opini WTP, Novie menuturkan bahwa pihaknya masih menemukan permasalahan berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah. Setidaknya, terdapat tiga permasalahan yang diungkapkan oleh Novie, yang harus segera ditindaklanjuti.
“Permasalahan-permasalahan yang harus segera ditindaklanjuti antara lain penganggaran Pendapatan dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang ditetapkan dalam APBD TA 2021 pada Pemerintah Kabupaten Serang belum memadai, penatausahaan Aset Tetap belum memadai dan pertanggungjawaban atas penggunaan dana BOS belum memadai,” katanya.
Selain Kabupaten Serang, pada 20 Mei lalu, BPK Provinsi Banten juga memberikan opini WTP kepada Pemkot Cilegon. Sama halnya dengan Kabupaten Serang, BPK Provinsi Banten juga menemukan permasalahan dalam pengelolaan keuangan.
Salah satu temuan yang didapati oleh BPK Provinsi Banten pada pemeriksaan LKPD Kota Cilegon yakni pelaksanaan 12 Paket Pekerjaan Rekonstruksi dan Pemeliharaan Jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) yang tidak sesuai spesifikasi kontrak.
Selain temuan pada pembangunan, pengelolaan Dana BOS pun kembali menjadi temuan. BPK menilai pengelolaan Dana BOS tidak memadai sehingga mengakibatkan penggunaan Dana BOS tidak sesuai dengan program yang telah direncanakan sebelumnya.
“(Selanjutnya) BPKAD belum mengelola Aset Tetap dan Aset Lain-Lain secara memadai, hal tersebut mengakibatkan pencatatan Aset Tetap dalam Neraca per 31 Desember 2021 belum menggambarkan kondisi yang sebenarnya,” kata Novie.
Novie menegaskan bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 20 UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, diamanatkan bahwa pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi laporan hasil pemeriksaan.
“Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK, tentang tindak lanjut atas rekomendasi laporan hasil pemeriksaan,” tegasnya.
Koordinator Pattiro Banten, Amin Rohani, mengatakan bahwa predikat WTP yang diraih oleh kedua daerah tersebut menunjukan bahwa pelaporan keuangan pemerintah daerahnya sudah akuntabel. Artinya, secara umum telah memenuhi empat indikator WTP yang telah ditetapkan.
“Walapun demikian, jika melihat dari temuan-temuan tersebut harusnya sudah tidak ada lagi temuan semacam itu. Karena, masalah tersebut bisa dikatakan terus berulang dari tahun ke tahun. Artinya kedua daerah tidak belajar dari pengalaman dan masih banyak uang rakyat yang digunakan secara tidak bertanggungjawab,” ujarnya.
Seperti pada pengelolaan Dana BOS, Amin menuturkan bahwa hal itu sangat jelas menunjukkan jika pemerintah tidak belajar dari temuan-temuan pada pemeriksaan tahun lalu. Meskipun diakui bahwa terdapat perubahan aturan penggunaan dana BOS akibat Covid-19, namun menurutnya hal itu sudah berlangsung beberapa tahun.
“Tapi itu telah berlangsung selama tiga tahun mulai dari pelaporan 2019-2021 saat mulai pandemi Covid-19. Harusnya pemerintah tidak lagi gagap dalam penggunaan dana tersebut dan dapat mengelola dana secara akuntabel,” tandasnya.