News

Dewa Matahari di Lebak dan Nabi Khidir di Kota Serang Itu Orang Halu, Kata Kesbangpol Banten

GELUMPAI.ID – Sejumlah orang yang mengaku-ngaku sebagai tokoh, baik fiksi maupun nyata, yang akhir-akhir ini muncul di Provinsi Banten disebut sebagai halusinasi alias halu belaka.

Mereka disebut terlalu tinggi imajinasinya, sehingga menciptakan halusinasi bahwa mereka adalah tokoh penting. Menjadi Dewa Matahari atau Nabi Khidir contohnya.

Tokoh nyata namun fiksi itu pun membuat geger masyarakat. Namun dinilai tidak merusak kesatuan berbangsa dan bernegara.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Banten, Ade Ariyanto. Menurut Ade, mereka yang ngakunya titisan Dewa Matahari atau Nabi Khidir, cuma orang halu belaka.

Maka dari itu, Ade meminta agar masyarakat meningkatkan keimanannya, agar tidak terkecoh dengan halusinasi tersebut.

“Nilai-nilai keimanan kita yang harus betul-betul teguh, jangan banyak berhalu,” ujarnya di ruang kerjanya, Senin (18/7).

“Terakhir di Lebak dan Kota Serang itu memang sangat mengagetkan. Insyaallah sudah tertangani dengan baik, dilakukan pembinaan dari MUI setempat,” lanjutnya.

Ia mengatakan bahwa untuk mencegah terjadinya paham-paham yang melenceng, pihaknya telah meluncurkan program bernama Sistem Lapor Cepat dan Respon Cepat (Silapat).

Program ini intinya untuk mengoptimalkan kembali bagaiamana kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya.

“Insyaallah kalau masyarakat peduli terhadap lingkungannya, kita bisa deteksi dini, kita akan lebih banyak pencegahannya,” tutur Ade.

Menurutnya, meskipun banyak sosialisasi dan pembinaan yang dilakukan oleh Kesbangpol Provinsi Banten, ada saja hal-hal yang berkaitan dengan paham-paham.

Apalagi dalam waktu dekat, akan memasuki tahun politik.

“Apalagi kalau nanti dikait-kaitkan dengan tahun-tahun politik,” katanya.

Menurutnya, untuk dua kasus terakhir yakni klaim sebagai titisan dewa matahari maupun jelmaan Nabi Khidir, tidak terlalu membahayakan bagi kesatuan dan persatuan bangsa.

Namun yang dikhawatirkan adalah masyarakat yang bergerak melakukan penghakiman sendiri, lantaran merasa agama mereka dilecehkan.

“Kalau hukum negara masih aman. Yang kita khawatirkan hukum masyarakat. Karena kalau yang mengadili masyarakat repot,” tandasnya.

Artikel Terkait