Di Balik Tagar #DihantuiTai, Ada Krisis Kesehatan yang Mesti Segera Diperhatikan
GELUMPAI.ID – Kalau lihat hastag atau tanda pagar (tagar) #DihantuiTai, apa yang akan sobat pikirkan? Kekanak-kanakan? Aneh? Lucu? Atau kurang ajar? Bebas, kalian boleh menyebut tagar itu dengan sebutan tagar apapun.
Tapi tahu gak sih, ternyata tagar itu memiliki makna yang sangat dalam? Ya, tagar yang merupakan bagian dari kampanye UNICEF itu menggambarkan bagaimana peliknya persoalan sumber air minum di Indonesia, yang 70 persen dari 20 ribu yang diuji, tercemar oleh limbah tinja.
Hal itu pun turut menyebabkan penyebaran penyakit diare, yang merupakan penyebab utama kematian balita.
Dalam kampanye #DihantuiTai tersebut, UNICEF memberikan pemahaman kepada keluarga-keluarga Indonesia tentang sanitasi aman dan dampak pencemaran sumber air oleh tinja terhadap kesehatan masyarakat.
Dalam kampanye daring itu, UNICEF menyerukan kepada rumah tangga di Indonesia untuk memasang, memeriksa, atau mengganti tangki septiknya, serta rutin menguras tangki minimal satu kali setiap tiga sampai lima tahun.
UNICEF juga meluncurkan situs yakni www.cekidot.org, yang dalam situs itu berisi kiat-kiat praktis bagi keluarga, untuk memastikan keamanan tangki septik serta informasi kontak jasa pembersihan tangki.
“Sanitasi yang aman bisa mengubah kehidupan anak-anak dan membuka kesempatan untuk mereka mewujudkan potensi dirinya,” ujar Perwakilan Sementara UNICEF, Robert Gass, seperti dikutip dari laman resmi unicef.org.
“Sayangnya, ada begitu banyak anak yang tinggal di daerah-daerah terdampak sanitasi tidak aman dan hal ini mengancam setiap aspek pertumbuhan mereka,” lanjutnya.
Menurutnya, Indonesia telah mencapai kemajuan yang signifikan dalam meningkatkan mutu sanitasi dasar. Akan tetapi, angka rumah tangga yang memiliki sarana toilet dengan sambungan tangki septik yang tertutup dan yang rutin membersihkan tangkinya minimal satu kali dalam lima tahun, adalah kurang dari 8 persen.
Akibatnya, limbah tinja tidak terkelola dengan baik sehingga mencemari lingkungan dan sumber air sekitar.
Ia mengatakan, salah satu tantangan utama dalam meningkatkan akses ke sanitasi aman adalah kesadaran masyarakat yang rendah terhadap risiko kesehatan masyarakat, akibat pengelolaan tangki septik yang tidak memadai dan frekuensi pengurasan tangki yang juga rendah.
Banyak keluarga belum memahami pentingnya menghubungkan toilet dengan sistem pembuangan dengan pipa atau bahwa tangki septik perlu dibersihkan secara berkala.
Saat ini, Pemerintah Indonesia sedang menyusun peta jalan percepatan akses ke sanitasi yang dikelola secara aman dengan dukungan dari UNICEF dan beberapa mitra lain.
Selain itu, akan diselenggarakan konferensi tingkat tinggi (KTT) Sanitasi dan Air Minum Untuk Semua di Jakarta pada bulan Mei.
KTT ini nantinya bakal dihadiri oleh para menteri yang bertanggung jawab atas urusan air, sanitasi, kesehatan, lingkungan hidup, dan perekonomian dari seluruh dunia untuk mendiskusikan percepatan akses kepada air minum, sanitasi, dan kebersihan.
“Masa pandemi meningkatkan perhatian terhadap pentingnya hidup di lingkungan yang bersih,” kata Gass.
Menurutnya, sanitasi yang tidak dikelola dengan baik bisa melemahkan daya tahan tubuh anak-anak, sehingga menimbulkan dampak yang permanen, bahkan kematian.
“Melalui kampanye ini, kami harap akan makin banyak masyarakat Indonesia yang mau lebih berperan dalam mengelola sanitasi rumah tangga demi meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak serta keluarga mereka,” tandasnya.
Tinggalkan Komentar