Bisnis & Ekonomi

Ekonomi RI Bisa Tembus 8 Persen? Ini Fakta Menohoknya!

GELUMPAI.ID – Proyeksi ekonomi Indonesia untuk 2025 masih berkutat di angka 5 persen. Padahal, Presiden Prabowo Subianto memiliki ambisi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen.

Center of Reform on Economics (Core) Indonesia dan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) sepakat bahwa target 8 persen itu jauh dari jangkauan, terutama dengan tren pelambatan pertumbuhan yang sudah berlangsung selama satu dekade. “Proyeksi ekonomi di 2025 relatif masih lesu. Bisa mencapai 5 persen saja sudah bagus,” ujar Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti, Kamis (17/1/2025).

Beberapa faktor disebut jadi penghambat, termasuk perlambatan konsumsi rumah tangga. “Konsumsi masih di bawah 5 persen, karena belum ada kebijakan yang benar-benar mampu menopang kelas menengah,” kata Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal. Padahal, konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 55 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional.

Tak hanya itu, tekanan global turut memperkeruh situasi. Setelah Donald Trump kembali terpilih sebagai Presiden AS, rencana kebijakan tarif baru diperkirakan memicu ketegangan global dan menekan rantai pasokan dunia. Di sisi lain, harga komoditas yang melandai memperburuk penerimaan negara, terutama dari sektor pajak.

Upaya pemerintah untuk menggerakkan ekonomi melalui investasi pun menghadapi tantangan. Masa transisi pemerintahan disebut belum optimal untuk mendorong iklim investasi. “100 hari pertama pemerintahan belum menunjukkan kebijakan signifikan yang mendorong peningkatan investasi,” tambah Faisal.

Meski begitu, Prabowo tetap optimistis. Dalam acara konsolidasi Kadin Indonesia di Jakarta, Kamis (16/1/2025), ia menegaskan keyakinannya. “Saya percaya kita mampu menembus, bahkan melampaui 8 persen pertumbuhan ekonomi,” ujarnya penuh percaya diri.

Namun, pandangan lain datang dari Indef. Mereka menyoroti potensi membengkaknya anggaran karena belanja rutin yang terus meningkat. Dengan defisit anggaran sebesar Rp 616,2 triliun atau 2,53 persen dari PDB, ruang fiskal pemerintah menjadi semakin sempit. “Belanja rutin banyak, sementara program juga terus bertambah. Ini membuat ruang untuk mendorong pertumbuhan lebih besar jadi sangat terbatas,” jelas Esther.

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar