GELUMPAI.ID – Upaya pemerintahan Donald Trump untuk melarang transgender bergabung di militer kembali kandas. Hakim federal menolak permohonan pemerintah untuk mencabut larangan yang sebelumnya sudah diblokir pengadilan.
Departemen Kehakiman AS langsung mengajukan banding ke Pengadilan Banding Distrik Columbia setelah putusan ini diumumkan.
Hakim Distrik AS Ana Reyes, yang ditunjuk Presiden Biden, menolak permintaan pemerintah untuk membatalkan perintah yang mencegah militer menolak pendaftar transgender.
Kebijakan Kontroversial
Pemerintah berencana menerapkan kebijakan ini pada 26 Maret. Namun, dalam sidang 21 Maret lalu, Reyes meminta Departemen Pertahanan (DOD) menunda penerapannya.
Pada hari yang sama, pemerintahan Trump dan Menteri Pertahanan Pete Hegseth mengajukan permohonan agar pengadilan mencabut blokir tersebut. Mereka berdalih kebijakan ini bukan larangan menyeluruh, melainkan terkait “gender dysphoria”—kondisi medis yang diatur dalam kebijakan militer.
Pemerintah juga meminta, jika pengadilan menolak permohonan ini, agar keputusan tersebut ditangguhkan selama proses banding berlangsung.
Perdebatan Memanas
Pemerintah AS mengeluarkan panduan baru pada 21 Maret yang menegaskan bahwa kebijakan ini tidak menyasar transgender secara keseluruhan. Mereka menekankan aturan hanya berlaku bagi individu yang menunjukkan gejala “gender dysphoria” yang cukup untuk diagnosis medis.
Namun, hakim Reyes menilai argumen tersebut tidak cukup kuat. Ia berpendapat kebijakan ini tetap menargetkan kelompok tertentu.
“Gender dysphoria bukan seperti kondisi medis lainnya. Semua orang dengan gender dysphoria adalah transgender, dan hanya transgender yang mengalami kondisi ini,” kata Reyes dalam putusannya.
Reyes menegaskan bahwa keputusan ini penting karena menyangkut hak dan kesetaraan bagi semua warga negara. Ia juga menyadari bahwa kasus ini akan terus berlanjut hingga tingkat lebih tinggi.
“Perdebatan ini akan terus berlanjut di tingkat banding, dan itu hal yang wajar,” ujarnya. “Tapi jangan lupa, para anggota militerlah yang memungkinkan perdebatan ini terjadi. Mereka yang berkorban demi prinsip ‘satu bangsa di bawah Tuhan, tak terpecah, dengan kebebasan dan keadilan bagi semua’.”