GELUMPAI.ID – Hamas menyatakan sedang mempelajari proposal gencatan senjata terbaru dari Israel yang disampaikan melalui mediator Mesir dan Qatar. Namun, kelompok tersebut menegaskan bahwa permintaan Israel agar mereka menyerahkan senjata adalah “garis merah” yang tidak dapat diterima.
Dalam pernyataan resmi, Hamas menyebutkan bahwa mereka akan memberikan respons terhadap proposal tersebut “secepat mungkin”. Namun, juru bicara senior Hamas, Sami Abu Zuhri, menegaskan bahwa permintaan untuk melucuti senjata adalah hal yang tidak dapat diterima, bahkan untuk didengar. “Ini bukan hanya garis merah, ini adalah sejuta garis merah,” ujarnya kepada Al Jazeera.
Abu Zuhri menambahkan bahwa selama pendudukan Israel di Gaza terus berlangsung, perlawanan dari Hamas akan terus berlanjut. “Semua pihak harus memahami bahwa ini adalah mimpi—khayalan belaka. Itu tidak mungkin tercapai,” tegasnya.
Sementara itu, Hamas menuntut agar Israel berkomitmen untuk mengakhiri perang dan menarik pasukannya dari Gaza. Sebagai imbalannya, Hamas menawarkan untuk menyerahkan semua sandera yang masih ditahan dalam satu kali pengiriman.
Jurnalis Al Jazeera, Nour Odeh, mencatat bahwa permintaan Israel untuk melucuti senjata Hamas tampaknya tidak realistis, terutama setelah Israel secara terbuka mengungkapkan rencana untuk memaksa pengusiran warga Palestina dari Gaza. “Sementara warga Palestina mendengar Israel berbicara tentang pembersihan etnis di wilayah tersebut, sulit bagi kelompok Palestina mana pun untuk membicarakan pelucutan senjata tanpa adanya prospek politik yang jelas,” katanya.
Putaran negosiasi terakhir yang diadakan di Kairo pada hari Senin berakhir tanpa kemajuan yang jelas menuju penghentian permanen perang. Sejak Israel melanjutkan serangannya pada 18 Maret setelah gencatan senjata yang dicapai dengan Hamas pada akhir Januari, lebih dari 1.500 warga Palestina telah tewas, menurut otoritas kesehatan Gaza. Jumlah korban tewas diperkirakan mencapai lebih dari 50.000, dengan lebih dari 116.000 orang terluka. Ratusan ribu orang telah mengungsi kembali sejak Israel melanjutkan kampanyenya dan memberlakukan blokade total terhadap Gaza, memaksa wilayah tersebut dalam keadaan darurat kemanusiaan yang semakin memburuk.