GELUMPAI.ID – OCCRP (Organized Crime and Corruption Reporting Project) kembali mengumumkan nominasi tokoh yang dianggap memberikan dampak buruk akibat kejahatan terorganisasi dan korupsi. Beberapa nama besar masuk dalam daftar tersebut, termasuk Presiden Indonesia, Joko Widodo, atau Jokowi.
Dalam pernyataannya, OCCRP menjelaskan bahwa nominasi tidak diatur oleh mereka, melainkan berdasarkan usulan dari masyarakat dunia. “OCCRP tidak memiliki kendali atas siapa yang dinominasikan, karena saran datang dari orang-orang di seluruh dunia,” ujar OCCRP dalam laman resminya, Kamis (2/1/2024).
Berikut beberapa tokoh yang menjadi finalis tahun ini, termasuk Jokowi:
1. Joko Widodo (Indonesia)
Joko Widodo menjadi satu dari sekian banyak tokoh yang dinominasikan oleh OCCRP untuk kategori Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi tahun 2024. Dalam masa jabatannya, Jokowi dianggap telah melemahkan nilai demokrasi dengan kebijakan-kebijakan yang dinilai gagal mengatasi masalah korupsi di Indonesia. OCCRP menyebutkan bahwa intervensi Jokowi terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 dan keputusan yang menguntungkan anaknya, Gibran Rakabuming Raka, untuk mendampingi Prabowo Subianto mendapat kritik keras.
2. William Ruto (Kenya)
Presiden Kenya, William Ruto, juga terdaftar sebagai finalis setelah pemerintahannya dinilai menyebabkan kerusakan parah di sektor ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Banyak pihak menilai bahwa Ruto menggelapkan dana publik dan gagal memelihara stabilitas negara, yang berujung pada unjuk rasa besar-besaran di Kenya. “Dia mencuri segalanya termasuk dana publik, orang-orang menderita tanpa sistem perawatan kesehatan yang layak,” ujar salah satu warga Kenya yang marah.
3. Recep Tayyip Erdogan (Turki)
Erdogan menjadi nama yang sering muncul di daftar nominasi OCCRP. Selama dua dekade berkuasa, pemerintahan Erdogan disoroti oleh oposisi karena dianggap telah melemahkan lembaga-lembaga demokrasi Turki, termasuk mereduksi peran peradilan, serta menindas perbedaan pendapat. Tahun 2023, Erdogan berhasil mempertahankan kekuasaannya di tengah-tengah tekanan ekonomi yang terpuruk dan masalah dengan negara anggota NATO lainnya.