GELUMPAI.ID – Junta militer Myanmar mendadak mengumumkan gencatan senjata sementara. Keputusan ini muncul di tengah meningkatnya jumlah korban akibat gempa dahsyat yang mengguncang negara tersebut.
Gempa bermagnitudo 7,7 yang terjadi Jumat (28/3) menghancurkan ribuan bangunan dan menewaskan hampir 3.000 orang. Ribuan warga kini kehilangan tempat tinggal, memicu seruan bantuan dari berbagai pihak.
Junta mengatakan gencatan senjata akan berlangsung hingga 22 April untuk mempercepat proses evakuasi dan bantuan. Langkah ini diambil setelah kelompok bersenjata yang bertikai juga menjanjikan hal serupa.
Meski demikian, militer tetap menegaskan bahwa segala bentuk serangan, sabotase, atau ekspansi wilayah oleh kelompok bersenjata pro-demokrasi dan etnis minoritas akan ditindak.
Kondisi di Lapangan: Warga Berebut Bantuan
Situasi di Myanmar makin mencekam. Ratusan warga berdesakan untuk mendapatkan makanan di Sagaing, kota terdekat dengan episentrum gempa. Relawan terlihat membagikan air, beras, dan perlengkapan dasar, namun stoknya jauh dari cukup.
“Saya belum pernah mengantre makanan seperti ini sebelumnya. Saya tidak tahu harus berkata apa,” ujar Cho Cho Mar (35) yang menggendong bayinya sambil menggenggam kopi instan dan obat nyamuk.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan satu dari tiga rumah di Sagaing ambruk. Lima hari pascagempa, bantuan masih minim, membuat banyak orang tidur di jalanan tanpa perlindungan yang memadai.
Dampak dan Respons Junta
Rumah sakit kewalahan menangani korban, sementara stok obat dan air bersih makin menipis. Harapan menemukan korban selamat semakin kecil, meski ada momen harapan ketika dua orang berhasil diselamatkan dari reruntuhan hotel di Naypyidaw pada Rabu (2/4).
Jumlah korban tewas kini mencapai 2.886 jiwa, dengan lebih dari 4.600 orang terluka dan 373 lainnya masih hilang.
Pemimpin junta, Min Aung Hlaing, dijadwalkan menghadiri pertemuan negara-negara Asia Selatan dan Thailand di Bangkok untuk membahas respons terhadap bencana ini. Langkah ini mengejutkan, mengingat sejak kudeta 2021, pemimpin Myanmar jarang diundang ke forum internasional.