GELUMPAI.ID — Konflik di Sudan kembali merenggut nyawa ratusan orang setelah pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) dan milisi sekutu melancarkan serangan besar-besaran terhadap kamp-kamp pengungsi di Darfur.
Lebih dari 100 korban tewas, termasuk 20 anak-anak dan sembilan pekerja kemanusiaan. Serangan yang berlangsung selama dua hari berturut-turut menargetkan kamp Zamzam, Abu Shorouk, dan kota El-Fasher, ibu kota provinsi Darfur Utara.
Menurut laporan resmi PBB, serangan tersebut terjadi pada Jumat dan Sabtu (11-12 April 2025). Wilayah-wilayah yang diserang tersebut menjadi tempat perlindungan bagi lebih dari 700.000 pengungsi yang terdampak oleh konflik bersenjata yang telah berlangsung hampir dua tahun.
Clementine Nkweta-Salami, Koordinator Kemanusiaan dan Perwakilan Tetap PBB untuk Sudan, menilai serangan ini sebagai eskalasi mematikan yang tidak dapat diterima.
“Saya sangat mendesak mereka yang melakukan tindakan seperti ini untuk segera menghentikannya,” ujar Nkweta-Salami dalam pernyataan resmi.
Serangan tersebut tidak hanya menargetkan warga sipil, tetapi juga pekerja kemanusiaan, yang memperparah krisis kemanusiaan di negara ini.
Enam dari sembilan pekerja kemanusiaan yang tewas adalah tenaga medis dari organisasi Relief International. Para pekerja itu sedang bertugas di pos kesehatan terakhir yang masih beroperasi di kamp Zamzam.
Serikat Dokter Sudan menyebut serangan ini sebagai “tindakan kriminal dan barbar” dan langsung menyalahkan RSF atas tragedi tersebut.
Relief International juga mengonfirmasi bahwa serangan ini menghancurkan seluruh infrastruktur kesehatan di wilayah tersebut, termasuk klinik mereka, serta merusak pasar sentral di Zamzam dan ratusan rumah darurat yang dihuni pengungsi.
Serangan ini menunjukkan betapa rentannya kondisi di Darfur, yang telah mencapai fase kelaparan ekstrem, dengan lebih dari 25 juta orang terancam kelaparan.
Di tengah eskalasi ini, pasukan RSF terus melancarkan serangan ke kota El-Fasher, satu-satunya ibu kota provinsi yang masih dikuasai oleh tentara pemerintah. Hal ini semakin memperburuk upaya distribusi bantuan kemanusiaan yang kini terhambat oleh kekerasan yang meluas.