News

Kelas Menengah Indonesia Tertekan, Transaksi QRIS Menurun sebagai Indikator Ekonomi

Gelumpai.id, Nasional – Fenomena menurunnya daya beli masyarakat kelas menengah di Indonesia semakin terlihat dalam data transaksi digital. Salah satu indikator utama yang mencerminkan hal tersebut adalah penurunan tajam dalam transaksi QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Data yang diperoleh dari berbagai bank besar di Indonesia menunjukkan bahwa penggunaan QRIS mulai mengalami penurunan signifikan sejak pertengahan tahun 2024.

Dikutip dari CNBC Indonesia, Bank Jatim (BJTM) melaporkan penurunan jumlah transaksi QRIS Merchant yang tercatat pada Juni 2024 mencapai Rp176,30 miliar, kemudian turun menjadi Rp127,91 miliar pada Juli dan sedikit meningkat menjadi Rp130,51 miliar pada Agustus. Direktur Utama Bank Jatim, Busrul Iman, mengungkapkan bahwa meskipun transaksi QRIS mengalami penurunan signifikan dalam beberapa bulan terakhir, secara tahunan tetap menunjukkan tren positif.

“Transaksi QRIS mulai bulan Juni hingga Agustus 2024 memang mengalami penurunan yang cukup tajam, namun jika dibandingkan dengan delapan bulan terakhir, masih ada peningkatan,” ujar Busrul saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (19/11/2024).

Meskipun demikian, Busrul juga mencatat bahwa transaksi melalui layanan tabungan digital seperti J Connect mobile dan kartu debit di Bank Jatim masih menunjukkan pertumbuhan positif, meski secara keseluruhan ada penurunan konsumsi.

Sementara itu, Bank Oke Indonesia (OK Bank) juga melaporkan penurunan jumlah tabungan yang terhimpun, yang turun sekitar 12% secara tahunan per 4 September 2024. Direktur Kepatuhan OK Bank, Efdinal Alamsyah, menjelaskan bahwa penurunan daya beli ini terlihat jelas dari perubahan pola transaksi, dengan penurunan signifikan di kategori seperti hiburan dan restoran, namun terjadi peningkatan di kategori kebutuhan rumah tangga dan bahan makanan.

“Ini bisa terlihat dari perubahan pola transaksi, misalnya penurunan pada transaksi hiburan dan restoran, sementara ada peningkatan untuk kategori bahan makanan dan kebutuhan rumah tangga,” kata Efdinal dalam wawancara dengan CNBC Indonesia.

Di tempat lain, Bank BJB (BJBR) mengonfirmasi dampak serupa pada transaksi nasabah. Direktur Utama BJB, Yuddy Renaldi, mengatakan bahwa meskipun frekuensi transaksi masih menunjukkan tren positif, nilai transaksi secara keseluruhan mengalami penurunan. “Kami melihat bahwa meskipun transaksi sering dilakukan, jumlah uang yang dikeluarkan untuk barang yang sama lebih sedikit,” ujarnya.

Bahkan bank swasta terbesar di Indonesia, BCA (Bank Central Asia), yang selama ini dikenal stabil, juga melaporkan dampak pada kredit retail. Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, mengonfirmasi bahwa meskipun transaksi QRIS dan kartu debit relatif stabil, kredit konsumsi seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) mengalami pertumbuhan yang baik berkat tingkat bunga yang rendah.

“Untuk kredit konsumsi seperti KPR dan KKB masih menunjukkan pertumbuhan yang baik karena bunga yang rendah. Namun, kredit retail secara umum lebih terpengaruh,” jelas Jahja.

**Kelas Menengah Indonesia Menyusut**

Dikutip dari data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2019 jumlah kelas menengah di Indonesia tercatat sebanyak 57,33 juta orang atau sekitar 21,45% dari total penduduk. Namun, pada 2024, jumlah tersebut mengalami penurunan menjadi hanya 47,85 juta orang atau sekitar 17,13% dari total penduduk. Artinya, sekitar 9,48 juta orang yang sebelumnya tergolong kelas menengah kini masuk ke kategori yang lebih rendah.

Pada saat yang sama, jumlah masyarakat yang termasuk dalam kelompok rentan miskin atau “aspiring middle class” justru meningkat. Pada 2019, kelompok ini berjumlah 128,85 juta orang (48,20% dari total penduduk), dan pada 2024 angka ini meningkat menjadi 137,50 juta orang (49,22%). Begitu juga dengan jumlah masyarakat yang tergolong rentan miskin, yang meningkat dari 54,97 juta orang (20,56%) pada 2019 menjadi 67,69 juta orang (24,23%) pada 2024.

Penurunan transaksi QRIS dan menyusutnya jumlah kelas menengah di Indonesia mencerminkan kenyataan bahwa banyak masyarakat yang semakin terhimpit oleh kondisi ekonomi yang berat. Inflasi dan penurunan daya beli menjadi tantangan besar bagi mereka yang sebelumnya berada di kelas menengah. Sementara itu, beberapa sektor seperti KPR dan KKB masih mampu bertahan, tetapi kelas menengah semakin tertekan, dengan banyak yang kini beralih ke kategori rentan miskin.

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar