Internasional

Ketegangan Baru di Suriah: Rezim Baru Bikin Cemas, Apa yang Terjadi?

GELUMPAI.ID – Suriah tengah berada di persimpangan jalan setelah runtuhnya rezim Presiden Bashar al-Assad. Namun, munculnya kelompok baru yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang dulu dikenal dekat dengan ISIS dan Al Qaeda, membuat banyak pihak khawatir. Meski HTS telah menyatakan tidak ada hubungan lagi dengan kelompok ekstremis, masih ada ketidakpastian soal bagaimana mereka akan memimpin Suriah.

Dilansir dari NBC News, satu peristiwa mengejutkan terjadi ketika dua pejuang Islamis mendatangi Gereja Lady of Damascus dan bertanya tentang makna salib. Padahal, HTS sudah berjanji untuk menjamin hak semua warga Suriah, tak terkecuali kelompok minoritas. “Karena kami Islam, kami akan menjamin hak semua orang,” ujar Mohammad al-Bashir, Perdana Menteri sementara Suriah.

Meski terlihat mengubah penampilannya dan berkomitmen pada hak-hak perempuan serta kelompok minoritas, kekhawatiran terhadap pelanggaran HAM yang pernah dilakukan HTS tetap membayangi. Di wilayah Idlib, yang dikuasai HTS, laporan mencatat bahwa mereka telah melakukan penyiksaan dan pembunuhan terhadap lawan politik. Situasi ini membuat warga Suriah, terutama minoritas agama, merasa terancam.

Bahkan, banyak orang yang terpaksa melarikan diri dari Suriah menuju Lebanon, seperti yang diceritakan oleh Ammar Shahbander, seorang profesor filsafat Syiah yang takut akan terulangnya perang saudara. “Yang mengambil alih pemerintahan ini punya pemikiran seperti teroris,” ungkapnya saat menunggu di perbatasan.

Kendati HTS berjanji akan menyambut kembali pengungsi Suriah, banyak warga yang merasa ragu dan lebih memilih tetap tinggal di pengasingan. Beberapa orang seperti Abdulwahed Danou yang sedang menunggu keputusan suaka di Belanda merasa cemas jika kembali ke Suriah yang dikuasai oleh ekstremis. “Saya tidak ingin dipimpin oleh para jihadis atau ekstremis,” ujarnya.

Tapi meski HTS menyampaikan pesan positif, perilaku dan penampilan para pejuangnya menunjukkan sikap konservatif yang tetap mencemaskan banyak pihak. Seperti yang terlihat ketika Khatab Shawi, seorang milisi berusia 21 tahun, menyatakan bahwa tujuannya adalah untuk berjihad dan menjadi syuhada di Gaza setelah perang ini berakhir.

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar