GELUMPAI.ID – Lebaran tanpa ketupat? Rasanya ada yang kurang! Makanan khas Idulfitri ini bukan cuma sekadar pelengkap opor ayam dan rendang, tapi juga punya filosofi mendalam yang sudah diwariskan turun-temurun. Yuk, simak makna di balik ketupat yang selalu hadir di setiap momen Lebaran!
Ketupat = Ngaku Lepat (Mengakui Kesalahan)
Dalam budaya Jawa, ketupat disebut “kupat,” yang berasal dari frasa “ngaku lepat,” alias mengakui kesalahan. Filosofi ini sejalan dengan esensi Idulfitri sebagai momen kembali ke fitrah, di mana kita saling meminta dan memberi maaf.
Anyaman Rumit = Hidup Penuh Lika-liku
Proses pembuatan ketupat nggak instan. Janur kelapa dianyam dengan pola rumit sebelum diisi beras dan direbus. Ini melambangkan kehidupan manusia yang penuh tantangan, kesalahan, dan ujian. Tapi, setelah melewati proses panjang, hasilnya jadi rapi dan indah—sama seperti hidup yang akan terasa lebih baik jika dijalani dengan kesabaran.
Butiran Beras = Kebersamaan dan Silaturahmi
Ketika ketupat dibelah, isinya berupa butiran beras yang menyatu rapat. Ini menggambarkan eratnya kebersamaan dan pentingnya silaturahmi. Lebaran adalah momen berkumpul dengan keluarga, teman, dan tetangga untuk mempererat hubungan dan saling mendukung.
Bentuk Ketupat = Hati yang Bersih
Secara visual, ketupat menyerupai bentuk belah ketupat yang simetris. Filosofinya? Hati yang bersih dan jujur. Idulfitri jadi waktu yang tepat untuk membersihkan hati dari iri, dengki, dan dendam, lalu menggantinya dengan keikhlasan dan ketulusan.
Proses Memasak = Perjuangan Hidup
Ketupat nggak bisa dibuat dalam hitungan menit. Butuh waktu berjam-jam untuk merebusnya hingga matang sempurna. Ini mencerminkan bahwa segala sesuatu dalam hidup memerlukan usaha dan ketekunan. Nggak ada kesuksesan yang instan—semua butuh proses!
Jadi, saat kamu menikmati ketupat di meja makan saat Lebaran, ingat bahwa di balik kelezatannya, ada banyak pelajaran hidup yang bisa dipetik. Selamat Idulfitri, saatnya membuka lembaran baru dengan hati yang bersih!
Sumber: Beautynesia