Lahan Tol Serang-Panimbang Ngutang ke Warga, Sering Ditagih Tapi Tak Kunjung Dibayar
GELUMPAI.ID – Warga Desa Bojong Catang Kabupaten Serang yang terdampak pemangunan tol Serang-Panimbang (Serpan), menggelar aksi di kawasan tol Serpan.
Mereka menuntut agar pembebasan lahan yang menjadi hak mereka segera dibayarkan.
Sebab, sudah dua tahun lamanya mereka menunggu pembayaran ganti rugi lahan tersebut.
Sebanyak 21 warga Catang yang merupakan pemilik lahan terdampak, hingga saat ini masih belum mendapatkan uang ganti rugi dari Kementerian PUPR selaku pihak yang membangun.
Padahal, pengadilan sudah memutuskan bahwa Kementerian PUPR harus membayarkan ganti rugi berdasarkan putusan Mahkamah Agung dengan Nomor 160 K/Pdt/2022
Salah satu pemilik lahan, Hendi, menjelaskan bahwa luas tanah ibunya merupakan lahan yang terdampak pembangunan tol Serpan.
Adapun luas tanahnya yakni 1.400 meter persegi atas nama mendiang Kanisah.
“Awalnya pembebasan lahan di Catang itu di tetapkan dengan harga Rp75 ribu per meter,” ujarnya, Sabtu (6/8).
Namun, angka tersebut tidak diterima oleh warga. Panitia pembebasan lahan pun mempersilakan apabila tidak terima, dapat menggugat ke pengadilan.
“Kalau tidak puas silakan berperkara di pengadilan. Maka dari itu kami 21 orang warga Bojong Catang mengajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Serang,” kata Hendi
PN Serang pun memutuskan bahwa harga untuk pembebasan lahan yakni sebesar Rp250 ribu per meter.
Tak terima, pihak Kementerian PUPR pun mengajukan banding atas putusan itu.
Namun hasil banding justru menetapkan harga tanah untuk pembebasan lahan sebesar Rp400 ribu per meter
Masih tidak terima, pihak Kementerian PUPR pun mengajukan Kasasi, namun ditolak oleh Mahkamah Agung.
“Dana yang Rp75 ribu permeter itu di titipkan di PN Serang waktu mau penggarapan lahan dan uang konsinyasinya sudah kita ambil sebagian,” ucapnya.
“Tapi ada beberapa masyarakat yang dari 21 orang itu sampai sekarang belum mau mengambil dana konsinyasi yang sebesar Rp75 ribu per meter,” lanjutnya.
Menurutnya, warga menggelar aksi itu agar semua pihak tahu bahwa Kementerian PUPR belum juga menyelesaikan kewajibannya.
“Kami akan terus melakukan aksi seperti ini. Dan kalau belum membayar, kami akan menggarap kembali yang terkena jalan tol. Walaupun keras kami akan menggali ke dalam tanah kami, sawah kami yang terkena jalan yang sudah dicor,” tegasnya.
Ia menegaskan, seharusnya Kementerian PUPR dapat menyelesaikan kewajiban mereka, apalagi sudah ada putusan tetap dari Mahkamah Agung.
“Seharusnya pihak PUPR menepati dan mentaati putusan MA yang sudah kita pegang. Artinya dalam hal ini pihak PUPR tunduk pada putusan MA yang isinya itu dapat membayar kami senilai Rp250 per meter,” tegasnya.