Menkominfo dan Dewan Pers Garap Payung Hukum Publisher Right, Facebook hingga Tik-tok Bisa Dimintai Pertanggungjawaban
GELUMPAI.ID – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny Gerard Plate, dan Dewan Pers tengah menjajaki model payung hukum rancangan aturan hak-hak penerbit atau publisher right. Saat ini, aturan yang terkait dengan publisher right itu tersebar di beberapa Undang-undang (UU), seperti UU Pers, UU penyiaran, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan UU lainnya.
Disebutkan bahwa regulasi yang akan dibuat dipastikan bukan merupakan penegasan sikap anti konten berita di platform berita digital, melainkan untuk menciptakan system media yang seimbang dan setara. Platform global contohnya google dan semua media sosial lainnya seperti Facebook, Instagram, dan Twitter sampai Tik Tok. Sebab, regulasi mengenai hak penerbit sebelumnya sudah diterapkan oleh sejumlah negara seperti Australia dan Kanada, dalam konteks nasionalosasi mereka.
Sehingga pada intinya media massa bertanggung jawab atas konten yang mereka sebarkan. Baik Menkominfo maupun Dewan Pers, ingin platform global itu juga bertanggung jawab atas konten yang turut mereka sebarkan, meskipun itu bukan mereka yang membuat konten.
Jhonny mengatakan, meski masih tahap awal, kini rancangan aturan tersebut dalam penyusunan naskah akademik dengan menggandeng Universitas Padjajaran (Unpad) di Bandung.
“Ya memang masih ada beberapa hal yang harus perlu disempurnakan. Mudah-mudahan dalam dua minggu kedepan kita bisa menyelesaikan akademiknya (rancangan aturan publisher right),” ujarnya, usai menggelar pertemuan dengan Dewan Pers dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Jakarta.
Ia menjelaskan, apabila naskah akademik rancangan aturan itu selesai, maka pihaknya akan mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meminta hak inisiatif mengusulkan payung hukum publisher right, termasuk pilihan payung hukumnya.
“Nanti kita akan lihat payung hukum mana yang bisa kita selesaikan cepat, namun itu juga implementable ya, yang bisa diterapkan dan mempunyai landasan hukum yang kuat,” katanya.
Menurutnya, apabila pilihannya nanti membentuk UU, maka harus berkoordinasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mencari bentuknya, apakah UU baru atau revisi terhadap berbagai UU. Ia menyampaikan, sementara ini aturan mengenai hak penerbit yang paling mungkin adalah dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres).
“Ini yang sedang kita exercise. Nah draft RUU-nya dalam bentuk dua payung hukum,” ucapnya.
Senada disampaikan Anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo. Ia menyepakati adanya pertanggungjawaban dari platform atas konten yang turut mereka sebarkan, meskipun itu bukan mereka yang membuat konten.
“Jadi similaritas equality antara publisher dan platform ini yang ditekankan dalam Undang-undangnya,” jelasnya.