GELUMPAI.ID – Hubungan politik yang melibatkan Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri tak pernah lepas dari aroma nasi goreng. Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, mengungkapkan betapa Prabowo sangat menyukai tiga jenis nasi goreng buatan Ketua Umum PDIP itu: ikan asin, ayam, dan kambing.
“Pak Prabowo dalam beberapa kesempatan menyampaikan bahwa masakan Ibu Mega yang paling ia kenang memang nasi goreng,” kata Muzani saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (15/1).
Muzani juga berharap pertemuan antara Megawati dan Prabowo bisa segera terlaksana, mengingat manfaatnya yang signifikan bagi suasana politik hingga pembangunan nasional. “Makin cepat, makin bagus,” ujarnya.
Politik ‘Nasi Goreng’ Megawati
Penyebutan “nasi goreng” ternyata memuat nuansa politik yang menarik. Dalam acara Hari Ulang Tahun ke-52 PDIP pada 10 Januari lalu, Megawati sempat menyinggung hubungan baiknya dengan Prabowo yang selalu dipenuhi obrolan ringan, termasuk soal nasi goreng buatannya.
Megawati mengakui beberapa pihak menyebut kerinduan Prabowo terhadap masakannya. “Udah lama, ada yang ngomong kalau (Prabowo) minta nasi goreng,” ungkapnya dengan tawa kecil.
Kisah mereka tentang nasi goreng dimulai sejak masa kampanye Pilpres 2009. Saat itu, Prabowo menjadi pasangan calon wakil presiden bagi Megawati. Di masa tenang, keduanya memilih memasak bersama di rumah Megawati, sebuah momen yang melahirkan nostalgia manis.
Hubungan ini berlanjut hingga Asian Games 2018, saat Prabowo menghadiri acara pencak silat di TMII. Megawati bercerita bahwa Prabowo menagihnya untuk memasak nasi goreng. “Prabowo suka nasi goreng saya,” kenangnya.
Misi Perdamaian di Tengah Nasi Goreng
Di tengah wacana pertemuan keduanya yang belum terlaksana, politisi senior PDIP Sidarto Danusubroto mengungkapkan adanya pesan dari orang dekat Prabowo untuk Megawati. “Bukan langsung dari beliau, tapi dari orang (dekat)-nya,” kata Sidarto, Selasa (14/1).
Dengan nasi goreng sebagai simbol hubungan, publik berharap pertemuan keduanya dapat memperbaiki suasana politik pascapemilu. Seperti yang disebut Muzani, “Kami semua senang jika pemimpin sering bersilaturahmi, ngobrol meski tentang hal-hal ringan.”