‘Sextortion’: bentuk kekerasan seksual online yang memakan banyak korban, tapi payung hukumnya masih lemah
Arianda Lastiur Paulina, S.H., Indonesia Judicial Research Society
Teknologi digital menambah ruang bagi munculnya kekerasan seksual, salah satunya adalah apa yang kerap disebut sebagai ‘sextortion’.
Sextortion, yang merupakan gabungan dari ’sexual‘ (seksual) dan ’extortion‘ (pemerasan), merupakan bentuk pemerasan yang meliputi ancaman untuk menyakiti, mempermalukan, atau merugikan korban jika mereka tidak memenuhi tuntutan seksual pelaku.
Pelaku juga bisa mengancam untuk menyebarkan konten seksual privat milik korban untuk memeras uang atau tuntutan seksual lain dari mereka. Modus ini, misalnya, bisa berawal dari hubungan konsensual yang disertai konten intim yang kemudian disalahgunakan pelaku, catfishing (menggunakan identitas palsu), hingga peretasan.
Aturan hukum beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS memasukkan sextortion sebagai kategori kejahatan siber (cybercrime). Meski demikian, payung hukum kejahatan ini di beberapa negara tersebut pun masih belum maksimal. Di AS, misalnya, riset menunjukkan masih ada banyak gap penanganan hukum tindak sextortion antara tingkat federal dan negara bagian.
Di Indonesia, sayangnya, saya belum menemukan riset yang mengulas kondisi payung hukum sextortion. Tapi, kajian kualitatif yang sempat saya lakukan semasa studi di Universitas Indonesia (belum dipublikasikan) menawarkan sedikit gambaran.
Misalnya, dalam berbagai aturan yang ada – dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), hingga Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) – belum mampu menjadi landasan hukum untuk melindungi warga dari tindak sextortion dengan baik.
Padahal, kasus sextortion merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual online yang paling marak di Indonesia.
Modusnya bermacam-macam, mulai dari pemerasan seksual siber bermodus video call sex (VCS) seperti kasus di Medan hingga ancaman penyebaran rekaman relasi seksual yang diambil tanpa sepengetahuan korban setelah bertemu lewat aplikasi kencan.
Tinggalkan Komentar