Entertainment Internasional News

Sara Duterte Tuding Keluarga Bongbong Marcos di Balik Pembunuhan Ninoy Aquino

GELUMPAI.ID – Wakil Presiden Filipina, Sara Duterte, melontarkan tuduhan serius terhadap keluarga Presiden Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr. Ia menyebut mereka berada di balik pembunuhan mantan senator dan tokoh demokrasi Benigno “Ninoy” Aquino Jr. Pernyataan ini disampaikan Sara dalam sebuah penyelidikan panel Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Dilansir dari CNN Indonesia, Sara Duterte secara gamblang menyatakan, “Ya, bukankah seluruh bangsa menolak ketika keluarga mereka membunuh Benigno Aquino Jr?” Komentar tersebut menjadi respons atas klaim Bongbong yang ingin menghalangi segala upaya kriminal terhadap dirinya.

Usai menerima ancaman pembunuhan yang dinilai terang-terangan dari Sara Duterte, Bongbong bereaksi tegas. “Saya akan melawan balik upaya-upaya ini,” ujarnya, seperti dikutip dari pernyataan resmi.


Sejarah Panjang Ketegangan Keluarga Marcos dan Aquino

Ninoy Aquino tewas ditembak pada 21 Agustus 1983 di Bandara Internasional Manila. Tragedi tersebut memicu gelombang protes besar-besaran terhadap pemerintahan Ferdinand Marcos Sr., ayah Bongbong, yang kala itu berkuasa sebagai presiden.

Menurut laporan Vera Files yang dikutip dari CNN Indonesia, Marcos Sr. sempat membentuk Komisi Agrava untuk menyelidiki pembunuhan Aquino. Namun, hasil investigasi menunjuk pada konspirasi militer yang dipimpin Fabian Ver, sepupu Marcos dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Filipina saat itu. Ironisnya, pengadilan khusus pada Desember 1985 membebaskan Ver dan 25 terdakwa lainnya.


Perseteruan Sara Duterte dan Bongbong Semakin Memanas

Hubungan Sara Duterte dan Bongbong Marcos diketahui kian tegang setelah Sara mengundurkan diri dari kabinet Bongbong. Dugaan lain menyebut, cekcok tersebut dipicu oleh penangkapan Pendeta Apollo Quiboloy, seorang sekutu dekat keluarga Duterte.

Dilansir dari CNN Indonesia, Quiboloy kini mendekam di penjara Kota Pasig setelah ditangkap pada September atas tuduhan pelecehan dan eksploitasi anak. Ia juga menghadapi dakwaan perdagangan manusia yang diajukan otoritas Filipina dan Amerika Serikat.


Warisan Darurat Militer Marcos Sr.

Selama masa kepemimpinannya, Marcos Sr. menerapkan Darurat Militer di Filipina sejak 1972 hingga 1981. Rezim ini menjadi simbol kekuasaan otoriter yang akhirnya runtuh setelah revolusi rakyat pada Februari 1986.

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar