News

Soal Rempang Dibahas di Munas Konbes-NU

GELUMPAI.ID – Munas Konbes-NU memasuki hari kedua dengan menggelar sesi sidang komisi untuk membahas isu-isu strategis, salah satunya konflik agraria di Rempang dan Galang.

Bertempat di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta. dalam agenda sidang komisi rekomendasi yang membahas sejumlah persoalan baik ditingkat nasional maupun global yang dalam beberapa waktu terakhir ini dan kesemuanya menuntut tanggapan dari PBNU.

Persoalan Rempang dan Galang ini masuk ke dalam kategori rekomendasi eksternal yang butuh sikap dari PBNU karena menyangkut kemaslahatan dan keadilan masyarakat.

Secara prinsip, sebagaimana tertulis dalam materi rekomendasi, masalah Rempang dan Galang bukanlah masalah tunggal, melainkan spesimen dari sejumlah masalah serupa yang terjadi di berbagai kawasan tanah air.

Salah satu peserta sidang, KH Taj Yasin Maimoen atau lebih dikenal Gus Yasin, mengatakan bahwa persoalan yang terjadi di Rempang dan Galang tersebut harus menjadi hal yang dipikirkan bersama.

“Yang belum terpikirkan adalah mereka warga Rempang kehilangan tanahnya, sementara dari  Pemerintah hanya ganti rugi. Gimana kalau warga menjadi pemilik saham sehingga mereka tidak merasa terbuang, disisihkan karena mereka biasanya mengadu ke CSR,” katanya.

Dihadapan pimpinan sidang, Gus Yasin mengatakan, hal tersebut seharusnya menjadi pemikiran untuk melindungi masyarakat. Menurutnya persoalan itu juga belum pernah terjadi di negara ini.

“Pemilik tanah bisa menjadi salah satu pemilik perusahaan itu,” usulnya dikutip dari NU Online.

Peserta lain dari Kalimantan, Imam, mengusulkan PBNU mendorong pemerintah untuk membentuk tim independen yang terdiri dari stakeholder untuk menyelesaikan kasus Rempang Galang.

“Kita beri mereka kesempatan untuk menyelesaikan persoalan tersebut karena dampak dan lain sebagainya yang dialami warga,” timpalnya. Menanggapi usulan peserta.

Pimpinan Sidang Munas Konbes-NU, Ulil Abshar Abdalla menjelaskan sikap PBNU dalam mengatasi konflik agraria. Dalam merespon apapun, kita harus menyadari ini adalah respon PBNU bukan respon lembaga atau LSM apalagi respon kalangan masyarakat pada umumnya.

“Ada kaidah PBNU dan adab ulama. Makanya bahasanya, redaksinya dalam merespon konflik itu berbeda. Redaksi ulama agak sedikit kharismatik,” sambungnya.

Berdasarkan pantauan, semakin malam, forum sidang makin ramai. Peserta terus mengajukan usulan terkait persoalan bangsa hari ini mulai dari korupsi, polusi udara dan ragam usulan lain yang membutuhkan respon PBNU.

Peserta asal Banten, Syukron Mahmud berharap PBNU merespon persoalan polusi udara yang tengah menjadi momok di tengah masyarakat.

“Polusi di Jakarta ini sudah menyedihkan di antaranya karena tenaga listrik dan itu dengan tenaga batu bara tertinggi di Asean,” ungkapnya.

“Saya tinggal di Serang, sampai sekarang panasnya sangat terasa. NU harus bicara karena selama ini persoalan bangsa kalau NU diberi kebijakan biasanya pemerintah cepat respon,” usulnya.

Melihat antusias peserta sidang yang tak henti mengajukan usulan. Pimpinan sidang Ulil Abshar Abdalla pun terpaksa membuka sesi pertanyaan hingga tiga putaran.

Poin-poin rekomendasi tersebut belum disepakati seluruhnya dan akan ada sidang lanjutan pada Selasa 19 September 2023 siang.

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar