Startup Singapura Gunakan AI untuk Menilai Kualitas Bahan Makanan dari Kopi hingga Susu
GELUMPAI.ID – Dalam menghadapi tantangan pangan global yang semakin besar, sebuah startup berbasis di Singapura, ProfilePrint, telah mengembangkan teknologi inovatif yang menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk menganalisis kualitas bahan makanan dengan cepat dan efisien. Teknologi yang dipatenkan ini memungkinkan analisis kualitas dan identitas bahan makanan, membantu bisnis agribisnis menghemat waktu dan biaya.
“Dalam perdagangan bahan baku saat ini, biasanya ada produsen yang merupakan petani, sekelompok pedagang yang membeli untuk dijual, dan pembeli akhir yang membeli untuk manufaktur,” kata Alan Lai, CEO dan pendiri ProfilePrint, dalam wawancara dengan CNBC’s “CNBC Tech: The Edge.”
Lai menjelaskan bahwa sistem perdagangan bahan makanan yang ada saat ini melibatkan pertukaran sampel fisik yang memakan waktu dan biaya, yang harus diulang berkali-kali di seluruh rantai pasokan. Hal ini menciptakan biaya logistik yang tinggi serta dampak karbon yang signifikan. Dengan teknologi digital yang dimiliki, ProfilePrint memungkinkan pembeli dan penjual untuk tidak lagi mengirimkan sampel fisik, yang pada gilirannya mengurangi biaya logistik, overhead, serta jejak karbon.
Dilansir dari CNBC, meskipun teknologi ini terdengar sederhana, perusahaan dapat membuat model AI mereka sendiri di platform ProfilePrint, yang kemudian menilai apakah bahan baku tersebut cocok dengan kebutuhan mereka. Pedagang juga dapat membuat model AI khusus untuk klien mereka guna menentukan apakah produk tersebut sesuai dengan preferensi mereka berdasarkan kriteria seperti tampilan atau rasa.
Inti dari teknologi ini adalah detektor gelombang dalam bahan makanan yang dipadukan dengan AI. Dengan menggunakan pembelajaran mesin, teknologi ini menganalisis sampel makanan pada tingkat molekuler dan dapat mengenali kualitas makanan dalam hitungan detik.
Lai memberikan contoh penggunaan teknologi ini pada biji kopi. “Mungkin ada satu atau dua biji yang secara tidak sengaja terfermentasi atau ada serangga di dalam biji yang merusak rasa seluruh kantong kopi. Jika kita tidak dapat mengidentifikasi biji tersebut, maka lot tersebut tidak dapat dijual dengan layak,” ungkap Lai. Molekul dalam biji kopi akan ditangkap dan dikonversi menjadi sidik jari digital yang berisi informasi tersebut.
Setelah itu, AI menganalisis sidik jari digital untuk menghasilkan penilaian atau harga, menggabungkan pengetahuan industri dalam waktu yang sangat cepat. Teknologi ini tidak hanya bisa memprediksi kualitas dan profil rasa bahan makanan, tetapi juga menawarkan opsi bagi klien dalam menyeimbangkan kualitas dengan harga.
ProfilePrint telah membawa perubahan besar dalam industri kopi dengan teknologi yang dapat mendeteksi produk cacat yang tidak dapat dilihat dengan mata manusia. Tujuan utama mereka adalah untuk menyederhanakan seluruh rantai pasokan dan mengurangi kesalahan manusia.
Meskipun ProfilePrint bukan satu-satunya startup yang menggabungkan AI dan kualitas makanan, mereka menonjol dalam hal teknologi yang dapat diterapkan secara luas. Startup asal AS, Aromyx, misalnya, juga menggunakan bioteknologi, ilmu data, dan AI untuk membantu bisnis dalam mencocokkan rasa dan aroma dalam pengembangan produk. Sementara itu, Brightseed, sebuah startup dari California, menggunakan platform AI Forager untuk mengidentifikasi senyawa dalam tanaman dan mikroba serta memahami manfaat kesehatannya.
Asal mula ProfilePrint dimulai pada tahun 2017, terinspirasi dari perjalanan Lai ke benua Afrika dan China. Di Uganda, Lai menyaksikan petani yang kesulitan menjual bahan pangan dengan harga yang tepat karena mereka tidak memiliki keahlian untuk menilai kualitas produk mereka. “Jika ada cara yang lebih cepat untuk mendemokratisasi keahlian ini agar bahkan petani di tingkat bawah bisa membuat keputusan yang lebih baik, itu akan sangat membantu,” ujar Lai.
Saat ini, startup tersebut berbasis di Singapura dan 90% pendapatannya berasal dari luar negara tersebut. Dengan pasar global, teknologi ProfilePrint sudah digunakan di lebih dari 60 lokasi di enam benua, memungkinkan klien mengakses solusi mereka kapan saja dan di mana saja.
Pada tahun 2018, ProfilePrint menarik perhatian investor, termasuk Yukihiro Maru, pendiri dan CEO Leave a Nest Capital, sebuah ekosistem startup deep tech yang telah ada sejak 2002 di Jepang. Maru percaya bahwa ProfilePrint dapat membantu agribisnis di skala global dan menyebut teknologi ini berpotensi untuk diterapkan di sektor keamanan pangan.
“ProfilePrint dapat mengadaptasi teknologinya untuk pasar di luar kopi dan teh, serta berperan dalam meningkatkan ketahanan pangan,” kata Maru, sebagaimana dikutip dari CNBC.
ProfilePrint kini terus berkembang, menghubungkan dunia agribisnis dengan teknologi canggih untuk memastikan kualitas bahan pangan yang lebih baik dan lebih efisien.
Tinggalkan Komentar