Internasional

Trump Sebut Turki Lakukan “Pengambilalihan Tidak Ramah” di Suriah, Gencatan Senjata yang Dimediasi AS Terancam Gagal!

GELUMPAI.ID – Presiden terpilih Donald Trump pada Senin (16/12) mengomentari kejatuhan rezim Bashar al-Assad dengan menyebutnya sebagai “pengambilalihan tidak ramah” yang diprakarsai oleh Turki.

Dilansir dari Fox News, Trump menyatakan bahwa Turki melakukan “pengambilalihan yang cerdas” tanpa banyak korban jiwa, sambil menambahkan bahwa Assad adalah seorang “penyembelih” yang telah melakukan kekejaman terhadap anak-anak.

Kejatuhan rezim Assad terjadi setelah organisasi Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) yang berafiliasi dengan al-Qaeda, mulai menyerbu Suriah barat pada 27 November, dimulai dengan merebut Aleppo, Hama, dan Homs, kemudian berlanjut ke ibu kota Damaskus.

Namun, nasib Suriah, baik bagi pemerintahannya maupun rakyatnya, masih tidak jelas. HTS yang didukung oleh Tentara Nasional Suriah (SNA) yang didukung Turki berusaha mempertahankan kekuasaan.

Meskipun perang saudara di Suriah yang sudah berlangsung hampir 14 tahun ini tampaknya berakhir, ancaman terhadap Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung AS masih ada karena Turki terus melihat SDF sebagai musuh utama mereka.

SDF telah membantu AS dalam memerangi ISIS selama lebih dari satu dekade, tetapi Turki yang berbatasan langsung dengan Suriah, sudah lama menganggap kelompok ini berafiliasi dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang menjadi salah satu alasan ketegangan dengan pasukan yang dipimpin Kurdi tersebut.

Gencatan Senjata Gagal?

Peperangan di Manbij yang terjadi setelah gencatan senjata yang dimediasi AS pada pekan lalu kabarnya terancam gagal. Menurut laporan Fox News, negosiasi terkait gencatan senjata tersebut runtuh, dan SNA mulai membangun kekuatan militer di barat kota Kobani, sebagai ancaman untuk melanjutkan operasi tempur.

Pernyataan dari SDF mengungkapkan bahwa mediasi AS gagal menciptakan gencatan senjata permanen karena Turki tidak menyetujui beberapa poin penting, termasuk transfer aman warga sipil dan pejuang Manbij.

Menurut Charles Lister dari Middle East Institute, ketegangan yang terjadi di sekitar Kobani menunjukkan betapa besar pengaruh Turki setelah kejatuhan Assad, memberi kebebasan kepada Turki dan sekutunya untuk bertindak tanpa persetujuan dari Assad atau Rusia.

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar