GELUMPAI.ID — Perang Rusia dan Ukraina memasuki babak baru yang penuh ketegangan. Meski Rusia menolak proposal gencatan senjata penuh yang diinisiasi AS, Moskow setuju untuk menghentikan sementara serangan ke fasilitas energi Ukraina selama 30 hari. Namun, serangan-serangan lain tetap dilakukan.
Pascapembicaraan telepon antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin, pasukan Rusia melanjutkan serangan ke sejumlah infrastruktur sipil di Ukraina. Ledakan terdengar dan sirene menyerang kota-kota di Ukraina, termasuk rumah sakit di wilayah Sumy.
“Serangan malam hari seperti inilah yang dilakukan Rusia, menghancurkan sektor energi, infrastruktur, dan kehidupan warga Ukraina,” ujar Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Zelensky juga menambahkan bahwa Putin menolak gencatan senjata penuh. “Hari ini, Putin secara efektif menolak usulan gencatan senjata penuh,” tegasnya.
Namun, di tengah ketegangan itu, hubungan antara Trump dan Putin semakin mesra. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengungkapkan, kedua pemimpin kini berada pada tingkat saling percaya.
“Saya bisa mengatakan dengan keyakinan tinggi bahwa Presiden Putin dan Trump saling memahami dengan baik, saling percaya, dan berkomitmen untuk melangkah bersama menuju normalisasi hubungan Rusia-AS,” ujarnya.
Dalam perkembangan lain, pembicaraan tentang gencatan senjata masih akan dilanjutkan di Jeddah, Arab Saudi, pada hari Minggu. Utusan khusus Trump, Steve Witkoff, mengatakan bahwa gencatan senjata mengenai infrastruktur dan target energi di Laut Hitam akan menjadi pembahasan utama.
Witkoff optimistis bahwa kesepakatan bisa tercapai dalam beberapa minggu ke depan.
Sementara itu, serangan pesawat nirawak yang diklaim berasal dari Ukraina menargetkan depot minyak di Rusia, menyebabkan kebakaran.
“Serangan pesawat nirawak Kyiv berhasil ditangkis, namun puing-puingnya mengenai depot minyak,” kata pejabat Rusia.
China juga memberi tanggapan terkait upaya gencatan senjata.
“Kami menyambut baik semua upaya menuju gencatan senjata dan menganggapnya sebagai langkah yang diperlukan untuk mencapai perdamaian,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning.