Ruang Getizen

Verifikasi Partai Politik; Media Pembuktian Antara Pengakuan Dengan Kenyataan

Oleh: Ocit Abdurrosyid Siddiq
Kordiv SDMO Bawaslu Banten

Partai politik merupakan bagian dari peserta Pemilihan Umum atau Pemilu. Pemilu merupakan media lima tahunan yang konstitusional untuk mengganti pemerintahan yang terdiri dari pemerintah atau eksekutif dan wakil rakyat atau legislatif.

Setiap warga-bangsa memiliki kesempatan yang sama untuk ambil bagian dalam kontestasi Pemilu. Sarananya adalah partai politik. Maka, bagi warga-bangsa yang berkeinginan untuk turut dalam mengendalikan negara dan atau pemerintahan, pintu masuknya adalah partai politik.

Partai politik peserta Pemilu telah ada sejak digelarnya Pemilu pertama di Indonesia pada tahun 1955. Dalam perkembangannya, jumlah partai politik dalam Pemilu selanjutnya terus berubah. Bertambah juga berkurang. Kecuali pada era Orde Baru, hampir pada setiap pelaksanaan Pemilu, partai politik peserta Pemilu berbeda-beda.

Perubahan kepesertaan partai politik dari Pemilu ke Pemilu tersebab karena adanya regulasi yang mengatur tentang syarat sebuah partai politik untuk bisa menjadi peserta pada Pemilu berikutnya. Misalnya pemberlakuan ambang batas parlemen.

Pada Pemilu terakhir tahun 2019, yang penyelenggaraannnya didasarkan pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terdapat ketentuan yang mengatur partai politik yang tidak memperoleh suara hingga ambang batas parlemen. Partai politik tersebut tidak bisa mendudukkan wakilnya di Senayan, atau di DPR RI.

Maka, bagi partai politik tersebut, bila akan berniat untuk mengikuti Pemilu selanjutnya, mesti memenuhi beberapa syarat. Diantaranya adalah dilakukan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU. Sementara hal yang sama tidak berlaku bagi partai politik yang telah memenuhi ambang batas parlemen.

Bagi partai politik yangg berhasil melampaui ambang batas parlemen, maka untuk bisa menjadi peserta pada Pemilu selanjutnya, cukup dilakukan penelitian administrasi. Mafhumnya, dengan perolehan suara yang besar atau banyak, perangkat sumber daya hingga ke tingkatan terbawah terbukti ada, tersedia, dan sudah siap.

Pemilu yang akan datang, selain bisa diikuti oleh partai politik peraih suara di Senayan, oleh partai politik yang hanya bisa mendudukkan anggotanya di kursi DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota, juga bisa diikuti oleh partai politik baru. Nah, bagi para pendatang baru ini perlakuannya sama dengan partai politik non Senayan. Mesti di vermin dan verfak.

Vermin atau verifikasi administrasi merupakan cara penyelenggara Pemilu untuk memastikan bahwa partai politik itu sudah melengkapi berkas persyaratan. Sementara verfak atau verifikasi faktual merupakan cara untuk mencocokkan antara data dalam berkas dengan kondisi faktual di lapangan.

Salah satu contoh syarat bagi partai politik untuk bisa menjadi peserta Pemilu yang akan datang, adalah memiliki kepengurusan di seluruh provinsi se-Indonesia, memiliki kepengurusan di kabupaten dan kota paling sedikit 75% pada suatu provinsi, dan memiliki kepengurusan di kecamatan paling sedikit 50% pada suatu kabupaten atau kota.

Berkas syarat ini oleh pengurus partai politik masing-masing diserahkan kepada KPU. Kemudian KPU melakukan pengecekan berkas. Selanjutnya KPU melakukan pengecekan lapangan, untuk mencocokkan antara data dalam berkas dengan kondisi sebenarnya. Itulah yang dimaksud sebagai proses verifikasi administrasi dan verifikasi faktual.

Itu baru salah satu contoh syarat yang mesti disiapkan oleh partai politik. Tentu ada banyak syarat lain. Misalnya keterwakilan perempuan dalam kepengurusan di berbagai tingkatan, kejelasan alamat kantor hingga tahapan berakhir sebagai pusat kegiatan, dan jumlah anggota di setiap tingkatan sebagai modal awal untuk merasa confident bakal dipilih oleh pemilik suara.

Apakah dengan begitu, lantas bermakna bahwa untuk menjadi peserta Pemilu dengan mendirikan partai politik dengan seperangkat persyaratan demikian dianggap sangat berat? Ya tergantung dari sudut pandang kita menakarnya. Bagi partai politik yang sudah siap dengan dukungan sumber daya, pastinya syarat itu bukan perkara yang memberatkan.

Adalah wajar bila partai politik wajib mempunyai kepengurusan dan keanggotaan di seluruh provinsi. Mengapa? Karena Pemilu itu bersifat nasional. Mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kecuali di Nanggroe Aceh Darussalam, setiap partai politik mesti memiliki pengurus dan anggota di setiap provinsi.

Aturan agak kendur diterapkan pada tingkatan provinsi. Yaitu bahwa partai politik cukup memiliki 75% pengurus di kabupaten dan kota. Mengapa tidak 100% seperti pada level nasional? Karena menyadari kenyataan bahwa keragaman daerah tidak memungkinkan kesiapan dan ketersediaan sumber daya ada, siap, dan tersedia pada tiap daerah.

Berbeda dengan level nasional yang mewajibkan adanya kepengurusan pada tiap provinsi. Asumsinya, untuk sebuah partai politik yang berniat menjadi peserta Pemilu, masa untuk sekelas provinsi tidak bisa dan tidak mampu untuk menghimpun orang-orang dalam satu visi dan wadah yang sama?

Kemudian, aturan lebih kendur lagi diterapkan pada level kabupaten dan kota. Setiap partai politik cukup memiliki kepengurusan di setiap kecamatan paling sedikit di 50% kecamatan yang ada pada suatu kabupaten dan kota. Tidak mesti hingga 75% seperti di level provinsi, atau 100% di level nasional.

Nah, untuk memastikan bahwa pengakuan atau klaim pengurus partai politik yang terdapat dalam berkas administrasi yang menyebutkan bahwa mereka sudah memiliki persyaratan dimaksud, dilakukanlah penelitian berkas administrasi dan pengecekan di lapangan oleh KPU. Vermin dan verfak ini pelaksanaannya dibawah pengawasan Bawaslu.

Bawaslu hadir dalam setiap tahapan Pemilu, termasuk pelaksanaan vermin dan verfak partai politik, adalah untuk memastikan bahwa kerja KPU beserta jajarannya benar, sesuai dengan mekanisme dan prosedur. Regulasi yang mengaturnya adalah Peraturan Komisi Pemilihan Umum atau PKPU serta Peraturan Bawaslu atau Perbawaslu.

Pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu bukan dalam rangka untuk membantu meloloskan dan atau menghambat partai politik untuk menjadi peserta Pemilu. Tetapi ia hadir untuk memastikan bahwa yang lengkap berkas dan bukti, layak untuk menjadi peserta. Sebaliknya yang tidak lengkap apalagi tanpa bukti dan karenanya tidak layak, tak adil bila diloloskan juga.

Pelaksanaan vermin dan verfak terhadap keberadaan partai politik menunjukkan bahwa untuk menjadi peserta Pemilu itu demikian selektif, memerlukan kesiapan yang tidak sedikit, tidak singkat, tidak murah, dan tidak gampang. Pemilu bukan ajang untuk uji-coba. Pemilu bukan untuk coba-coba. Pemilu bukan untuk “ngukur, nguji, dan ngajajal awak”.

Pengakuan kesiapan dan ketersediaan sumber daya untuk mengikuti kontestasi Pemilu diatas kertas bisa dilakukan oleh hampir setiap orang, setiap organisasi, setiap lembaga, dan setiap partai politik. Untuk membuktikan kesiapan dimaksud, itulah mengapa dilakukan verifikasi faktual, sebagai media pembuktian antara pengakuan dengan kenyataan di lapangan. Wallahualam.
***

Hotel Le Semar Serang
Kamis, 3 November 202

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar