Health & Fitness Internasional

Wabah Virus Marburg Meningkat di Tanzania, WHO Beri Peringatan Kritis

GELUMPAI.ID – Wabah virus Marburg yang mematikan kini telah merenggut nyawa delapan orang di Tanzania. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), risiko penyebaran lebih lanjut di negara tersebut dan wilayah sekitarnya “tinggi.”

Dilansir dari AFP, penyebaran wabah ini terjadi di wilayah Kagera. Pengumuman tersebut keluar hanya beberapa minggu setelah WHO mengumumkan wabah serupa di negara tetangga Rwanda, yang menewaskan 15 orang.

“Kami mencatat sembilan kasus hingga saat ini, termasuk delapan yang meninggal dunia. Kami mengantisipasi adanya kasus tambahan dalam beberapa hari mendatang seiring dengan meningkatnya pengawasan terhadap penyakit ini,” kata Tedros Adhanom Ghebreyesus, Kepala WHO, dikutip dari media sosial X, Rabu (15/1/2025).

WHO juga mengungkapkan bahwa mereka telah menawarkan bantuan penuh kepada pemerintah Tanzania dan masyarakat yang terkena dampak.

Virus Marburg diketahui menyebabkan demam berdarah yang sangat menular. Penyakit ini ditularkan oleh kelelawar buah dan termasuk dalam keluarga virus yang sama dengan Ebola.

Dengan tingkat kematian yang bisa mencapai 90%, demam Marburg sering disertai dengan pendarahan hebat dan kegagalan organ. “Wilayah Kagera pertama kali mengalami wabah Marburg pada Maret 2023, yang berlangsung hampir dua bulan dan menewaskan enam dari sembilan pasien,” jelas WHO.

Sumber zoonosis, seperti kelelawar buah, masih ditemukan di wilayah tersebut.

WHO menilai risiko nasional di Tanzania sebagai “tinggi” karena beberapa faktor yang sangat memprihatinkan, termasuk tingginya angka kematian dan ketidakpastian sumber wabah. Kasus yang dilaporkan dari dua distrik yang berbeda juga menunjukkan adanya penyebaran geografis.

“Deteksi kasus yang terlambat dan pelacakan kontak yang masih berlangsung menunjukkan kurangnya informasi lengkap mengenai wabah ini,” tambah WHO.

Badan Kesehatan Dunia ini juga memperkirakan risiko regional “tinggi”, mengingat lokasi strategis Kagera yang menjadi pusat transit dengan pergerakan populasi lintas batas yang signifikan menuju Rwanda, Uganda, Burundi, dan Republik Demokratik Kongo. Beberapa kasus bahkan diduga terjadi di distrik yang dekat dengan perbatasan internasional.

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar