GELUMPAI.ID — Kebijakan tarif baru impor yang diberlakukan Presiden AS, Donald Trump, diperkirakan akan menimbulkan dampak serius bagi perekonomian Indonesia. Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Chatib Basri, menyatakan bahwa sektor ekspor Indonesia berpotensi terhambat, berujung pada ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Kalau ekspor Indonesia terkena, maka akan ada risiko untuk dua hal. Satu adalah perlambatan dari pertumbuhan ekonomi. Kalau perlambatan ekonomi terjadi, maka risiko yang bisa muncul adalah PHK. Itu adalah hal-hal yang perlu diantisipasi,” tegas Chatib.
Sektor-sektor yang paling terpengaruh akibat tarif baru AS meliputi tekstil, alas kaki, serta produk unggulan lainnya seperti udang dan minyak hewan nabati. “Itu seperti misalnya TPT, tekstil dan produk tekstil. Kemudian alas kaki. Kemudian juga udang, saya kira ya,” jelasnya.
Basri menambahkan, meski ekspor Indonesia terhadap GDP masih kecil, dampaknya tetap terasa. “Kita harus ingat bahwa rasio dari ekspor Indonesia terhadap GDP, itu hanya sekitar 25%. Jadi Indonesia itu share dari ekspor terhadap GDP-nya masih lebih kecil dibandingkan dengan Singapura yang 180%,” kata Basri.
Kebijakan ini, menurut Chatib, berpotensi menimbulkan resesi global yang tentu saja berdampak pada Indonesia. “Semakin kecil integrasi kita dengan ekonomi global, maka dampaknya itu akan relatif lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara yang sangat terintegrasi,” tambahnya.
Sementara itu, Presiden KSPI Said Iqbal juga memperingatkan adanya potensi PHK massal. Ia menyebutkan bahwa berbagai industri seperti tekstil, garmen, dan sepatu yang mengandalkan pasar AS bisa terdampak serius. “Saya ulangi, industri tekstil, garmen, sepatu, makanan minuman orientasi ekspor Amerika, kemudian industri sawit, industri karet, dan pertambangan yang dikirim ke Amerika,” jelas Said.
Said bahkan memperkirakan, dalam tiga bulan ke depan, sekitar 50 ribu pekerja akan kehilangan pekerjaan akibat kebijakan ini. “Badai PHK gelombang kedua bisa tembus angka 50 ribu (orang) dalam 3 bulan,” ungkap Said. Ia juga mengungkapkan bahwa 60 ribu buruh telah terdampak PHK pada periode sebelumnya.