Bisnis & Ekonomi News

Pendapatan PDD Holdings Menurun, Temu Tak Sesuai Ekspektasi Pasar

GELUMPAI.ID – Perusahaan pengembang aplikasi Temu, PDD Holdings, mengalami penurunan pendapatan meskipun menawarkan harga murah pada platform belanja mereka. Meskipun harga yang sangat kompetitif, konsumen tidak banyak mengeluarkan uang mereka untuk berbelanja melalui layanan tersebut.

Temu, yang dikenal dengan harga barang yang sangat terjangkau, dengan cepat menjadi populer di kalangan masyarakat. Nama PDD Holdings, sebagai pemilik Temu dan Pinduoduo, langsung melejit menjadi salah satu pemain utama dalam industri e-commerce China. Namun, laporan terbaru menunjukkan bahwa kinerja perusahaan tidak memenuhi harapan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurut laporan Reuters, PDD Holdings gagal memenuhi ekspektasi pasar terkait pendapatan dan laba pada kuartal ketiga.

Pendapatan perusahaan memang tercatat mengalami lonjakan 44% pada kuartal yang berakhir 30 September 2024, dengan total 99,35 miliar yuan (sekitar Rp 217,8 triliun). Namun, angka tersebut masih berada di bawah perkiraan 17 analis dalam LSEG yang mencapai 102,65 miliar yuan (sekitar Rp 225 triliun), seperti yang dilaporkan oleh Reuters pada Jumat (22/11/2024).

Pendapatan bersih perusahaan tercatat sebesar 24,98 miliar yuan (sekitar Rp 54,7 triliun), mengalami kenaikan dibandingkan dengan 15,54 miliar yuan (sekitar Rp 34 triliun) pada tahun sebelumnya. Namun, laba yang disesuaikan per saham tercatat 18,59 yuan (sekitar Rp 40.700), lebih rendah dari perkiraan yang mencapai 19,79 yuan (sekitar Rp 43.400).

Pihak manajemen PDD Holdings juga mengumumkan langkah-langkah pengurangan biaya dan dukungan bagi pedagang sebagai upaya untuk mengatasi penurunan tersebut.

Kehilangan pendapatan telah terjadi sejak kuartal kedua lalu, diikuti oleh penurunan besar pada saham PDD, yang menyebabkan kapitalisasi pasar perusahaan merosot hampir US$55 miliar (sekitar Rp 874,2 triliun).

Sementara itu, di Indonesia, aplikasi Temu telah diblokir oleh pemerintah karena kekhawatiran harga yang sangat mirip dengan produk lokal berpotensi merugikan kelangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di tanah air.

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar