Et Cetera

William Soeryadjaja: Dari Penjara Hingga Sukses Mendirikan Astra

GELUMPAI.ID – Di balik kesuksesan Astra sebagai salah satu perusahaan otomotif terbesar di Indonesia, ada perjalanan panjang penuh liku yang dilalui sang pendiri, William Soeryadjaja, atau yang sebelumnya dikenal sebagai Tjia Kian Long. Perjuangan William dimulai pada era 1950-an, namun ia sempat menghadapi cobaan berat ketika dituduh melakukan korupsi yang ternyata tak terbukti. Akibatnya, ia harus mendekam di penjara, menghancurkan nama baik dan usahanya.

Setelah bebas, William kembali bangkit. Bersama adiknya, ia membeli sebuah perusahaan impor di Jalan Sabang No. 36A, Jakarta, yang kala itu nyaris bangkrut dan sering kebanjiran. Adiknya kemudian mengusulkan nama “Astra,” terinspirasi dari dewi Yunani kuno yang melambangkan harapan dan kejayaan.

Pada 20 Februari 1957, Astra International resmi berdiri. Awalnya, perusahaan ini bergerak di sektor kebutuhan rumah tangga, namun perjalanan awalnya penuh tantangan, terutama akibat kondisi ekonomi Indonesia yang tidak stabil pada era 1960-an. Perubahan mulai terjadi setelah Soeharto naik sebagai presiden, memberikan peluang baru bagi William untuk mengembangkan bisnisnya.

Peluang dari Amerika dan Jepang

Pada 1966, William mendapatkan pinjaman dana dari Amerika Serikat sebesar 2,9 juta dolar AS, yang membuka kesempatan untuk mengimpor berbagai produk. Salah satu langkah besar William adalah mengimpor truk Chevrolet yang sangat dibutuhkan oleh pemerintah untuk proyek infrastruktur. Kesempatan ini menjadi titik awal Astra masuk ke industri otomotif.

Namun, ketika hak impor besar-besaran dari AS dibatasi, William melihat peluang baru di Jepang. Kerjasama Astra dengan Toyota pada 1969 menjadi langkah besar yang mengubah peta industri otomotif Indonesia. Seiring waktu, Astra juga memasarkan produk-produk Jepang lainnya seperti Honda, Isuzu, dan Daihatsu, yang semakin memperkuat dominasi perusahaan di pasar.

William menerapkan strategi jitu untuk menguasai pasar, termasuk mengadopsi sistem manajemen ala Jepang, Keiretsu, dan mengintegrasikan bisnis dari hulu ke hilir. Langkah ini terbukti efektif, membuat Astra menjadi pemimpin pasar otomotif Indonesia. Data Gaikindo 1990 mencatat Astra menguasai lebih dari separuh pangsa pasar otomotif di Tanah Air.

Kejayaan yang Berakhir Pahit

Kesuksesan Astra tidak hanya terbatas di sektor otomotif, tetapi juga merambah ke properti, asuransi, perkebunan, dan perbankan. Sayangnya, langkah William untuk mengelola Bank Summa justru membawa petaka. Pada 1992, Bank Summa menghadapi masalah serius yang memaksa William menjual seluruh sahamnya di Astra demi menyelamatkan uang nasabah.

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar