GELUMPAI.ID – Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 diprediksi melebar hingga 3,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB), melebihi batas yang ditetapkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara sebesar 3%.
Laporan dari Nomura Holdings dalam Nomura Asia Insights – Indonesia: Fiscal Risk Monitor #1 mengungkapkan bahwa lonjakan defisit ini disebabkan oleh berbagai kebijakan pemerintah yang meningkatkan belanja negara tanpa diimbangi penerimaan yang memadai.
Salah satu penyebabnya adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mendapatkan tambahan anggaran Rp100 triliun dari sebelumnya Rp71 triliun.
Selain itu, keputusan membatalkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% juga berdampak pada penerimaan negara. Semula, pemerintah menargetkan tambahan Rp65 triliun dari kenaikan ini, namun diperkirakan hanya bisa mengumpulkan Rp2,5 triliun.
Pemerintah juga meluncurkan paket stimulus ekonomi senilai Rp38,6 triliun untuk meredam dampak inflasi akibat kenaikan PPN, meskipun kebijakan PPN akhirnya direvisi.
Tak hanya itu, janji Presiden Prabowo Subianto untuk menaikkan gaji guru mulai 2025 turut menambah beban fiskal. Guru PNS akan mendapatkan tunjangan bulanan senilai gaji pokok mereka, sementara guru non-PNS mendapat tunjangan Rp2 juta per bulan. Untuk kebijakan ini, pemerintah mengalokasikan tambahan Rp16,7 triliun.
Program pembangunan 3 juta rumah per tahun juga dinilai sebagai faktor lain yang mendorong defisit. Untuk mencapai target tersebut, dibutuhkan tambahan anggaran Rp48,4 triliun, jauh di atas alokasi awal sebesar Rp5,3 triliun.
Sementara itu, pembentukan perusahaan induk investasi negara Danantara juga dipandang berisiko menambah beban fiskal karena pengalihan dividen BUMN, yang selama ini menjadi sumber pemasukan penting bagi negara.
Dengan berbagai kebijakan tersebut, Nomura menilai defisit APBN 2025 berpotensi membengkak lebih besar dari proyeksi awal.
Sumber: CNBC Indonesia