GELUMPAI.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata alias IR sebagai tersangka kasus korupsi Jiwasraya pada Jumat (7/2/2025).
Isa diduga terlibat dalam skandal korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menegaskan status hukum Isa dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta.
“Yang bersangkutan saat ini menjabat Dirjen Anggaran pada Kemenkeu RI,” ujar Qohar.
Menurutnya, Isa memiliki peran dalam kerugian negara terkait Jiwasraya saat masih menjabat sebagai Kepala Biro Asuransi di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) pada 2006-2012.
Kerugian Negara Capai Rp 16,8 Triliun
Penyelidikan menunjukkan kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 16,8 triliun. Isa dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor serta Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
“Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigasi penghitungan kerugian negara atas pemulihan keuangan pada PT Jiwasraya 2008-2018 sejumlah Rp 16,807 triliun,” jelas Qohar.
Sebagai bagian dari penyidikan, Isa akan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari ke depan.
Kemenkeu Hormati Proses Hukum
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, menyatakan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
“Kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” kata Deni.
Namun, ia enggan memberikan detail lebih lanjut mengenai sejak kapan Isa diperiksa dan siapa yang akan menggantikan posisinya sementara.
Kronologi Kasus Jiwasraya
Kasus Jiwasraya bermula sejak 2004, ketika perusahaan mulai mengalami insolvency sebesar Rp 2,769 triliun. Pada 2006-2007, ekuitas Jiwasraya negatif Rp 3,29 triliun akibat aset yang jauh lebih kecil dibanding kewajiban.
Laporan keuangan Jiwasraya untuk 2006-2007 mendapat opini disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena ketidakpastian informasi cadangan. Defisit terus membengkak hingga Rp 6,3 triliun pada 2009.