GELUMPAI.ID — Drama hukum eks Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, memasuki babak baru. Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi jaksa dan menambah hukuman Karen dari 9 tahun menjadi 13 tahun penjara.
Putusan ini memperkuat vonis sebelumnya dari Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan Karen bersalah karena membeli liquefied natural gas (LNG) tanpa prosedur yang benar, menyebabkan kerugian negara hingga Rp 1,8 triliun.
Gas Mahal, Negara Rugi
Kasus ini bermula dari keputusan Karen saat menjabat sebagai Dirut Pertamina pada 2009-2014. Ia menandatangani kontrak pembelian LNG dengan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC di Amerika Serikat tanpa kajian mendalam dan tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Akibatnya, gas yang dibeli itu tak terserap di pasar domestik dan harus dijual rugi ke luar negeri. Menurut MA, tindakan Karen terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Tipikor.
Ahok dan Dahlan Iskan Turut Diperiksa
Sebelum menjatuhkan vonis, penyidik telah memeriksa sejumlah nama besar, termasuk eks Menteri BUMN Dahlan Iskan dan mantan Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. KPK juga menggeledah rumah pengusaha minyak Riza Chalid terkait kasus ini.
Ketua KPK saat itu, Firli Bahuri, menjelaskan bahwa pembelian LNG ini tidak hanya melanggar prosedur internal Pertamina, tetapi juga menyebabkan keuangan negara merugi sekitar 140 juta dolar AS atau setara Rp 2,1 triliun.
Karen Tak Terima, Gugat KPK
Tak terima dengan status tersangka, Karen sempat menggugat KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Oktober 2023. Namun, hakim menolak gugatan tersebut.
Saat sidang di Pengadilan Tipikor, Karen menghadirkan saksi meringankan, termasuk mantan Wapres Jusuf Kalla (JK). “Saya ingin hadirkan Pak JK karena beliau yang terlibat dalam Perpres soal gas,” ujar Karen saat itu.
Namun, upaya ini tak membuahkan hasil. Pengadilan Tipikor tetap menghukum Karen 9 tahun penjara. Kini, dengan putusan MA, hukumannya resmi bertambah menjadi 13 tahun.