GELUMPAI.ID — Awal tahun 2025 menjadi babak sulit bagi industri manufaktur Indonesia. Setidaknya sembilan perusahaan besar mengumumkan penutupan pabrik dan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melibatkan lebih dari 10.000 pekerja.
Dari sektor tekstil, PT Sritex Group menjadi salah satu yang paling terdampak. Setelah dinyatakan pailit pada Oktober 2024, perusahaan ini mem-PHK lebih dari 10.600 karyawan. Data dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah mencatat pengurangan tenaga kerja dilakukan secara bertahap sejak Januari 2025.
Tidak hanya tekstil, sektor elektronik juga terkena imbas. PT Sanken Indonesia menutup pabriknya di Bekasi, menyebabkan 450 pekerja kehilangan pekerjaan. Produksi pun dihentikan sepenuhnya pada Juni 2025, meski saat ini masih berjalan dengan utilitas rendah.
Perusahaan multinasional Yamaha Music Indonesia juga telah mengumumkan rencana penutupan dua pabriknya. Pabrik di Cikarang tutup pada Maret 2025, diikuti oleh pabrik Pulo Gadung beberapa bulan kemudian. Sekitar 1.100 pekerja terkena PHK akibat keputusan relokasi produksi ke China dan Jepang.
Sementara itu, restoran cepat saji KFC turut dilaporkan merumahkan sejumlah karyawan di beberapa gerainya. Perusahaan furnitur PT Tokai Kagu Indonesia, yang berbasis di Bekasi, juga menutup operasinya dan merumahkan lebih dari 100 pekerja.
Tidak ketinggalan, perusahaan produsen bulu mata palsu, PT Danbi International, yang dinyatakan pailit pada Februari 2025, mencatat 2.079 buruhnya menanti kejelasan pembayaran hak. PT Bapintri di Cimahi dan PT Adis Dimension Footwear di Tangerang juga melakukan pengurangan karyawan. Begitu pula PT Victory Ching Luh, yang kini dalam proses merumahkan 2.000 pekerja.
Gelombang PHK ini menjadi sinyal kuat tekanan ekonomi pada sektor manufaktur Indonesia. Relokasi produksi, penurunan permintaan pasar, dan kebangkrutan perusahaan menjadi faktor utama di balik situasi ini.
Sumber: KOMPAS