GELUMPAI.ID – Polemik terkait pagar laut yang membentang di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, terus bergulir. Pemasangan pagar sepanjang 30,16 kilometer ini membuat aktivitas nelayan setempat terganggu. Mereka harus memutar hingga 1,5 jam untuk mencari ikan.
Kepala Korps Kepolisian Perairan dan Udara Polri, Irjen Mohammad Yassin, mengatakan pihaknya belum menemukan unsur pidana dalam kasus ini. “Namun sejauh ini belum ada tindak pidana yang terjadi dalam kasus tersebut,” ujarnya, Kamis, 16 Januari 2025.
Meski demikian, Yassin memastikan Polri siap turun tangan jika ada gejolak sosial akibat keberadaan pagar laut tersebut. “Jika terjadi gangguan ketertiban atau tindak pidana, Polri akan segera bertindak,” tegasnya.
Di sisi lain, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan bahwa pagar tersebut akan dicabut jika terbukti melanggar aturan. “Bangunan-bangunan yang tidak memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) pasti akan dihentikan,” katanya di Tangerang.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) telah memasang spanduk penghentian kegiatan pada pagar bambu itu. Pagar tersebut dinilai melanggar Pasal 18 angka 12 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Sementara itu, kelompok bernama Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mengklaim sebagai inisiator pagar laut. Koordinator JRP, Sandi Martapraja, mengatakan pagar dibangun secara swadaya untuk mencegah abrasi. “Dana pembangunannya hasil gotong royong masyarakat,” ungkap Sandi.
Namun, detail soal desa yang terlibat maupun jumlah biaya pembangunannya belum dapat dipastikan. “Ya, ini hasil swadaya, masyarakat yang membangun bersama-sama,” tambahnya.
Polemik ini pun menarik perhatian banyak pihak, termasuk anggota DPR dan pejabat KKP yang sudah meninjau lokasi untuk mengevaluasi keberadaan pagar laut tersebut.
Sumber: TEMPO