GELUMPAI.ID – Mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, kini menjadi sorotan setelah didakwa dalam kasus korupsi impor gula. Pada sidang perdana yang digelar Kamis (6/3), terungkap bahwa Lembong tidak didakwa memperkaya diri sendiri, melainkan diduga menguntungkan pihak lain.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menegaskan bahwa dakwaan terhadap Lembong sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Ia menjelaskan, Lembong didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor.
Dalam Pasal 2 UU Tipikor disebutkan bahwa setiap orang yang terbukti melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara merupakan tindak pidana. Sementara itu, Pasal 3 menyebutkan bahwa penyalahgunaan kewenangan yang menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan merugikan keuangan negara juga termasuk tindak pidana.
“Dikenakan Pasal 2, Pasal 3 (UU Tipikor). Ya, artinya menguntungkan orang lain, korporasi. Itu juga bisa dijerat,” kata Harli di Jakarta, Kamis (6/3).
Dalam dakwaan, Lembong tidak disebut menerima keuntungan pribadi dari kasus ini. Namun, ia didakwa memperkaya 10 pihak lain dalam impor gula ini. Sembilan di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Jaksa menyebut Lembong berperan dalam persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) tanpa didasarkan pada rapat koordinasi dan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Persetujuan impor itu diberikan kepada 10 perusahaan gula swasta, yaitu PT Angels Products, PT Makassar Tene, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Andalan Furnindo, PT Duta Sugar International, PT Berkah Manis Makmur, PT Kebun Tebu Mas, dan PT Dharmapala Usaha Sukses.
Total ada 21 surat persetujuan impor GKM yang dikeluarkan oleh Lembong kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Izin tersebut menyebabkan kemahalan harga yang dibayarkan PT PPI dalam pengadaan Gula Kristal Putih (GKP) untuk penugasan stabilisasi harga atau operasi pasar. Selain itu, izin tersebut menyebabkan kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor.