Data PK21 juga menunjukkan bahwa 69,1% pasangan kohabitasi menghadapi konflik dalam bentuk tegur sapa, 0,62% mengalami konflik serius seperti pisah ranjang hingga pisah tempat tinggal, dan 0,26% lainnya menghadapi konflik berupa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Anak-anak dalam Kohabitasi: Tantangan Identitas dan Diskriminasi
Anak-anak yang lahir dari hubungan kohabitasi cenderung mengalami tantangan serius dalam pertumbuhan, kesehatan, dan emosional mereka. “Anak dapat mengalami kebingungan identitas dan stigma sebagai ‘anak haram’ bahkan dari anggota keluarga sendiri,” kata Yulinda.
“Hal ini menyulitkan mereka untuk menempatkan diri dalam struktur keluarga dan masyarakat secara keseluruhan,” tambahnya.
Fenomena ini memunculkan tantangan baru bagi masyarakat Indonesia, terutama dalam aspek budaya, hukum, dan kesejahteraan sosial.
Sumber: CNBC Indonesia