GELUMPAI.ID — Minyakita kembali jadi sorotan. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menemukan bahwa isi kemasan yang seharusnya 1 liter, setelah ditakar, hanya 750 hingga 800 mililiter. Hal ini menimbulkan pertanyaan: kenapa volume minyak berkurang?
Pengamat dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menyebut bahwa penyebab utama pengurangan isi kemasan ini adalah tingginya biaya produksi. “Biaya produksi Minyakita sudah melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET),” ujarnya. Dengan HET sebesar Rp 15.700 per liter, produsen menghadapi dilema.
Kalkulasi yang Tidak Menguntungkan
Dalam enam bulan terakhir, harga crude palm oil (CPO) lokal berkisar Rp 15.000-16.000 per kilogram. Untuk menjaga agar Minyakita tetap sesuai HET, harga CPO harus di bawah Rp 13.400 per kilogram. Namun, saat ini hal itu sulit tercapai.
“Ini baru menghitung bahan baku. Belum termasuk biaya pengolahan, distribusi, dan margin. Kalau semua dihitung, harga CPO harus lebih rendah lagi,” tambah Khudori.
Dengan harga CPO saat ini, produsen harus memilih: tetap menjual sesuai HET dengan mengurangi isi kemasan, atau menjual Minyakita dengan harga di atas HET. “Keduanya melanggar aturan. Tapi kalau regulasi tidak memungkinkan usaha bertahan tanpa melanggar aturan, siapa yang patut disalahkan?” tanya Khudori.
Solusi yang Diusulkan
Khudori menyarankan pemerintah mencari solusi tanpa mendistorsi harga. Salah satunya, memberikan subsidi langsung kepada masyarakat melalui skema transfer tunai. “Uang hanya bisa digunakan untuk membeli Minyakita. Tidak bisa dicairkan atau dipakai untuk produk lain. Dengan cara ini, subsidi tepat sasaran dan harga tetap normal,” jelasnya.
Sumber: KOMPAS