GELUMPAI.ID – Isu pagar bambu di pesisir utara Banten kembali mencuat dan memancing kemarahan publik. Aktivis nelayan asal Banten, Kholid Maqdir, menegaskan bahwa keberadaan pagar laut di kawasan tersebut bukan sekadar isapan jempol. Berdasarkan pantauan langsung ke sejumlah titik di Desa Lontar, Kabupaten Tangerang, pagar-pagar bambu itu masih berdiri kokoh di tengah laut, meski sebagian mengalami kerusakan.
“Ini bukan katanya-katanya, ternyata memang benar ini belum dicabut,” ujar Kholid dalam pernyataannya yang dikutip pada Kamis (10/4/2025). Ia menyayangkan kerusakan yang ditimbulkan pagar tersebut terhadap lingkungan laut, sembari menyebut kondisi laut saat ini sudah jauh dari kata bersih.
Isu yang sempat mereda kini kembali viral setelah Kholid bersama awak media dan sejumlah kreator konten melakukan penelusuran. Mereka mendapati bahwa pagar bambu tersebut terbentang sepanjang beberapa kilometer, mulai dari Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, hingga Desa Muncung di Kecamatan Kronjo, bahkan menjalar ke wilayah perairan Kabupaten Serang.
Kholid menilai keberadaan pagar ini adalah simbol kelalaian pemerintah pusat, termasuk dalam menjaga kedaulatan dan menuntaskan persoalan rakyat kecil. Ia bahkan melontarkan kritik tajam terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, menyebut bahwa pemerintah cenderung hanya bergerak ketika ada celah untuk keuntungan pribadi. “Bambu di laut saja gak selesai-selesai, bagaimana negara kita mengurusi kedaulatan negaranya sendiri?” ucapnya.
Kritik Kholid juga menyasar potensi korupsi yang melibatkan aparat dan korporasi. Ia mengungkap kekecewaannya terhadap lambannya penanganan, seraya memperingatkan bahwa kepercayaan rakyat bisa hancur bila negara terus abai. “Apa perlu rakyat marah? Kaya uler makan daun, kan bahaya,” ujar Kholid dengan analogi tajam.
Di sisi lain, penegakan hukum mulai bergerak. Bareskrim Polri menetapkan sembilan tersangka dalam kasus serupa yang terjadi di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi. Para tersangka diduga memalsukan 93 Sertifikat Hak Milik (SHM) dengan memindahkan lokasi dari darat ke laut demi memperluas wilayah secara ilegal.
Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengungkap bahwa beberapa sertifikat palsu bahkan digunakan sebagai jaminan pinjaman ke bank. Tersangka di antaranya merupakan aparat desa, termasuk Kepala Desa Abdul Rosid Sargan, Kasi Pemerintahan berinisial JR, serta mantan kepala desa berinisial MS.
Polemik pagar laut ini menunjukkan bahwa tata kelola wilayah pesisir Indonesia masih menghadapi masalah serius—dari soal hukum, kepemimpinan, hingga kerusakan lingkungan. Dengan viralnya temuan terbaru di lapangan, masyarakat kini menuntut transparansi, tindakan nyata, dan pemulihan ekosistem pesisir yang selama ini terabaikan.
Sumber : LambeTurah