GELUMPAI.ID — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan segera menyelidiki temuan soal minyak goreng MinyaKita yang isinya tidak sesuai takaran. Temuan ini memicu kecurigaan bahwa ada praktik pengurangan volume pada kemasan yang merugikan masyarakat. Ketua DPR RI, Puan Maharani, memastikan bahwa komisi terkait akan segera melakukan koordinasi dengan pemerintah dan produsen untuk menindaklanjuti masalah ini. “Ya terkait dengan hal tersebut nanti akan dikoordinasikan dengan komisi terkait untuk menanyakan, bahkan bisa meninjau langsung,” ujar Puan saat ditemui di Gedung DPR RI, Senin (11/3/2025).
Puan juga menyampaikan bahwa langkah peninjauan ini penting untuk memastikan agar pasokan minyak goreng tetap stabil, khususnya menjelang hari raya Lebaran 2025. “Bahkan jangan sampai ada yang tidak ada pasokan dari minyak. Bukan hanya MinyaKita saja, tapi minyak goreng menuju sampai bulan Lebaran bersama dengan pemerintah,” tambah Puan.
Sebelumnya, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengungkapkan temuan mengejutkan saat melakukan inspeksi mendadak di Pasar Jaya Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Dalam sidak tersebut, ia menemukan bahwa kemasan MinyaKita yang seharusnya berisi 1 liter, ternyata hanya memiliki volume sekitar 750 hingga 800 mililiter. “Ini merupakan pelanggaran serius, Minyakita kemasan yang seharusnya berisi 1 liter ternyata hanya memiliki volume 750 hingga 800 mililiter,” ujar Amran pada Sabtu (8/3/2025).
Pelanggaran ini melibatkan tiga produsen MinyaKita, yakni PT AEGA, koperasi KTN, dan PT TI. Amran menegaskan bahwa praktik semacam ini merugikan masyarakat dan tidak dapat dibiarkan begitu saja. “Kami turun langsung ke pasar untuk memastikan pasokan dan kualitas pangan, salah satunya minyak goreng bagi masyarakat, tetapi justru menemukan pelanggaran,” kata Amran.
Tidak hanya soal volume yang tidak sesuai, harga jual MinyaKita juga melanggar ketentuan pemerintah. Meskipun harga yang tertera di kemasan adalah Rp 15.700 per liter, minyak tersebut dijual dengan harga Rp 18.000 per liter, melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET). “Ini adalah bentuk kecurangan yang merugikan rakyat, terutama di bulan Ramadhan, saat kebutuhan bahan pokok meningkat,” lanjut Amran.