GELUMPAI.ID — PT Sri Rejeki Isman (Sritex Tbk) resmi menghentikan operasionalnya pada Sabtu (1/3/2025), menyusul status pailit yang menjerat perusahaan tekstil raksasa ini. Akibatnya, sekitar 10.669 karyawan kehilangan pekerjaan, menciptakan gelombang PHK terbesar di sektor manufaktur awal tahun ini.
Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Kabupaten Sukoharjo mengonfirmasi bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) telah dilakukan secara bertahap sejak akhir Februari 2025. PHK massal ini tak hanya berdampak pada pabrik di Sukoharjo, tetapi juga anak perusahaan lain di bawah Sritex Group.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menilai PHK ini ilegal. “Partai Buruh dan KSPI menyatakan, saya ulangi, PHK karyawan Sritex sekitar 8.400 orang tersebut adalah ilegal,” tegasnya dalam konferensi pers virtual, Minggu (2/3/2025). Menurutnya, perusahaan tak menjalankan prosedur bipartit dan tripartit sesuai aturan ketenagakerjaan.
Ketua Komisi VII DPR, Saleh Daulay, mengkritik pemerintah yang sebelumnya menjamin tidak ada PHK. “Saat kunjungan ke Sritex, Kemenperin memastikan tak ada PHK. Kenyataannya, 10.000 buruh harus kehilangan pekerjaan,” ujarnya, Jumat (28/2/2025).
Menaker dan Menteri Perindustrian didesak untuk bertindak cepat. Sementara itu, pemerintah menjanjikan 40.000 lowongan kerja baru guna menampung tenaga kerja yang terdampak. Wakil Menteri Ketenagakerjaan Emmanuel Ebenezer menyebut, “Hari Senin saya akan ke Garut, di sana ada 10.000 lowongan kerja.”
Namun, hingga kini, karyawan hanya bisa mengklaim manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Pesangon dan THR masih tertahan karena aset perusahaan belum terjual. “Pesangon dan THR masih terutang, ini pernyataan dari kurator,” kata Kepala Disnakertrans Jateng, Ahmad Aziz.
Nasib ribuan eks-karyawan Sritex kini bergantung pada kebijakan pemerintah dan proses penyelesaian hukum yang berjalan.
Sumber: KOMPAS