GELUMPAI.ID — Debut Yuki Tsunoda bersama Red Bull di kampung halamannya justru berujung antiklimaks. Bukannya mencetak poin, ia harus puas finis di luar 10 besar.
Tsunoda turun menggantikan Liam Lawson, yang dipindahkan ke Racing Bulls. Balapan di Suzuka ini jadi penampilan perdananya dengan tim utama Red Bull.
Sayangnya, ia gagal menembus Q3 dan hanya start dari posisi ke-14 setelah Carlos Sainz terkena penalti.
Di hari balapan, Tsunoda hanya mampu naik dua posisi dan finis ke-12. Kesulitan menyalip jadi isu besar, terutama di sirkuit seperti Suzuka.
Berbeda dari Verstappen, Tsunoda memilih setup mobil dengan downforce lebih besar. Ia memasang rear wing lebih besar demi stabilitas.
Namun, pilihan itu justru menjadi bumerang.
Menurut Jacques Villeneuve, strategi Tsunoda terlalu aman dan malah merugikan dirinya sendiri.
“He went for the safe solution, to bolt a lot of wing onto that car,” kata Villeneuve saat siaran di Sky Sports.
“Tapi saat mulai push di kualifikasi dan balapan, hasilnya tak sepadan. Dan memang sejak awal itu bukan strategi yang akan berhasil.”
Naomi Schiff juga menambahkan, waktu Tsunoda untuk memahami mobil masih sangat terbatas.
“It was a poignant reminder that these 53 laps were the longest he’d had in the car,” katanya.
“Kami punya sesi latihan yang dipangkas akhir pekan ini, dan itu jelas menghambat proses adaptasinya.”
Meski hasil kurang menggembirakan, Tsunoda tetap berusaha mengambil sisi positif dari debutnya bersama Red Bull.
“Saya senang dengan balapan ini, soal performa dan hasilnya,” ujar Tsunoda.
“Tapi untuk balapan kandang, saya berharap lebih. Saya ingin finis di zona poin. Jadi rasanya campur aduk.”
“Ini 53 lap terbanyak yang pernah saya jalani dengan mobil ini. Setiap lap saya belajar. Saya merasa lebih terkendali di akhir balapan.”
Christian Horner, prinsipal Red Bull, optimis Tsunoda akan tampil lebih baik di seri berikutnya.
“Bahrain akan jadi tantangan yang sangat berbeda,” kata Horner.
“Balapan ini ditentukan oleh kualifikasi. 90% pembalap finis di posisi start mereka.”