Trump, yang sebelumnya mencoba melarang TikTok pada tahun 2020, kini menunjukkan dukungan terhadap platform tersebut, menyebutnya sebagai platform yang telah memberikan kampanyenya “miliaran tampilan.” Melalui pengacaranya, John Sauer, Trump meminta Mahkamah Agung untuk menangguhkan undang-undang tersebut, menyatakan bahwa larangan TikTok sebaiknya diselesaikan melalui cara politik setelah ia menjabat kembali.
Sebaliknya, banyak anggota parlemen dan pejabat Partai Republik mendukung pemerintahan Biden dalam membela langkah tersebut. Jaksa agung dari 22 negara bagian, yang dipimpin oleh Jaksa Agung Montana Austin Knudsen, mengajukan pernyataan ke pengadilan, menyatakan bahwa mengizinkan TikTok beroperasi tanpa memutus hubungan dengan Partai Komunis China akan membahayakan data warga AS.
Ketegangan perdagangan yang meningkat antara dua ekonomi terbesar dunia menambah kompleksitas kasus ini, yang juga menguji sejauh mana pemerintah dapat mengatur atau melarang platform digital yang melibatkan investor asing. Para ahli mengatakan, jika TikTok tetap dilarang, aplikasi populer lain seperti Telegram mungkin akan menjadi target berikutnya.
Di tengah persiapan pelarangan, anggota parlemen AS telah memberi tahu Apple dan Google untuk bersiap menghapus TikTok dari toko aplikasi mereka pada 19 Januari. Meski pengguna AS masih bisa menggunakan TikTok setelah batas waktu tersebut karena sudah diunduh di ponsel mereka, aplikasi ini lambat laun akan menjadi tidak dapat digunakan tanpa pembaruan perangkat lunak dan keamanan.