Bisnis & Ekonomi News

Rakyat Tolak PPN 12%, Menkeu Era Soeharto: Kasihan Pak Prabowo

GELUMPAI.ID – Pemerintah Indonesia tengah menghadapi kritik tajam terkait rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025. Penolakan tersebut mulai ramai terdengar, bahkan salah satunya viral di media sosial dengan munculnya gambar garuda biru yang menandai protes terhadap kebijakan tersebut. Kritikan ini juga sampai ke telinga Fuad Bawazier, mantan Menteri Keuangan di era Pemerintahan Soeharto, yang kini memberi pandangannya.

Fuad Bawazier menilai penolakan terhadap rencana kenaikan PPN ini tidak mengherankan. Ia mengatakan bahwa pemerintah saat ini terkesan tidak peka terhadap kondisi ekonomi riil yang dihadapi masyarakat, terutama terkait daya beli yang terus menurun. “Masyarakat sudah merasakan bagaimana sulitnya ekonomi sekarang, deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut jelas menunjukkan adanya penurunan daya beli,” kata Fuad dalam program Cuap Cuap Cuan di CNBC Indonesia, dikutip pada Selasa (26/11/2024).

Dilansir dari CNBC Indonesia, Fuad juga mengingatkan bahwa Presiden Prabowo Subianto, saat dilantik pada 20 Oktober 2025, telah menegaskan agar pejabat negara tidak lagi menutup mata terhadap kenyataan ekonomi yang sebenarnya. “Jangan sampai pejabat kita hanya melihat data yang bagus-bagus saja. Kita harus melihat kondisi riil, termasuk deflasi dan jatuhnya kelas menengah,” tegas Fuad.

Sebagai respons terhadap wacana kenaikan PPN ini, gambar garuda biru kembali muncul di media sosial. Gambar ini pertama kali viral pada masa putusan Mahkamah Konstitusi terkait Pemilu 2024 dan revisi Undang-Undang Pilkada, dan kini muncul kembali terkait rencana kenaikan tarif PPN. Dalam gambar tersebut, tercantum tulisan yang menolak kenaikan PPN dengan alasan bahwa pajak yang ada saat ini belum cukup memberikan pelayanan yang memadai dari pemerintah kepada rakyat.

Salah satu cuitan yang beredar di media sosial dengan hastag #TolakPPN12Persen menuliskan, “Menarik pajak tanpa timbal balik untuk rakyat adalah sebuah kejahatan. Jangan minta pajak besar kalau belum becus melayani rakyat.”

Fuad Bawazier juga menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut dengan melihat kondisi ekonomi saat ini. Menurutnya, penundaan penerapan PPN pada 1985 bisa menjadi contoh yang relevan. Ketika itu, tarif PPN yang seharusnya berlaku pada Januari 1984 ditunda hingga Januari 1985 karena kondisi ekonomi yang belum siap. “Pemerintah bisa menunda kebijakan ini seperti yang dilakukan pada 1985, mengingat kondisi saat ini juga belum mendukung,” ujar Fuad.

Meskipun demikian, Fuad mengingatkan agar masyarakat tidak mudah terpengaruh dengan pihak-pihak yang menyebarkan isu-isu menyesatkan di media sosial. “Kasihan Pak Prabowo baru sebulan, jangan sampai hal ini menambah beban di awal pemerintahannya,” tambahnya.

Sebagai informasi, banyak protes yang disuarakan melalui media sosial, seperti postingan dengan tagar #TolakPPN12Persen yang menuntut agar pemerintah menunda atau membatalkan kenaikan tarif PPN. Beberapa netizen bahkan menyerukan aksi mogok bayar pajak dan mengurangi konsumsi belanja, kecuali untuk kebutuhan pokok, sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan tersebut.

Di tengah riuhnya protes ini, Fuad Bawazier berharap pemerintah dapat mendengarkan suara rakyat dan menyesuaikan kebijakan dengan kondisi ekonomi yang ada, agar rakyat tidak semakin terbebani dengan kebijakan yang belum tentu efektif meningkatkan pelayanan publik.

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar