Pasangan Perlu Terbuka Soal Keuangan Sebelum Menikah
GELUMPAI.ID – Tidak semua pasangan mau terbuka soal kondisi keuangan mereka, meskipun hubungan sudah serius dan ada rencana untuk menikah. Namun, sikap tertutup ini justru bisa memunculkan tanda tanya besar terkait keseriusan menuju jenjang pernikahan. Psikolog keluarga sekaligus konsultan pranikah, Sukmadiarti, M.Psi., memberikan pandangan mengenai pentingnya membicarakan keuangan dengan pasangan secara perlahan dan bijak.
“Pelan-pelan saja, bisa mulai dari bagaimana gambaran keuangan keduanya di masa depan, pakai bahasa-bahasa yang sifatnya terbuka,” ujar Sukmadiarti dalam keterangannya kepada Kompas.com pada Selasa (26/11/2024). Menurutnya, langkah tersebut dapat membantu pasangan memahami kondisi finansial satu sama lain tanpa memberikan tekanan berlebihan.
Langkah Awal: Jangan Langsung Membahas secara Mendalam
Dilansir dari Kompas.com, Sukmadiarti menyarankan agar pembahasan mengenai keuangan tidak dilakukan secara mendadak atau berlebihan. Jika pasangan memang memiliki kecenderungan tertutup, pendekatan yang terlalu intens dapat memperburuk situasi.
“Obrolan bisa dimulai dengan topik orangtua. Tanyakan saja apakah orangtua mereka masih bekerja atau sudah pensiun, lalu berlanjut ke apakah mereka membiayai orangtua atau adik yang masih sekolah,” jelas Sukmadiarti. Dengan cara ini, menurutnya, seseorang bisa mendapatkan gambaran awal tentang kondisi finansial pasangan tanpa langsung masuk ke rincian.
Mengutip dari pandangan ahli, obrolan santai mengenai tren seperti “generasi sandwich” juga dapat menjadi pintu masuk. Melalui pembahasan tersebut, seseorang dapat mengetahui apakah pasangan termasuk dalam kategori itu, yang artinya mereka bertanggung jawab atas finansial keluarga inti mereka.
Mengapa Keuangan Pasangan Perlu Dibahas?
Mengenal kondisi keuangan pasangan dianggap penting, terutama bagi mereka yang sudah berkomitmen untuk menikah. Dikutip dari wawancara Sukmadiarti, hal ini akan membantu memberi gambaran realistis mengenai kehidupan setelah menikah.
“Kita perlu gambaran dan setuju atau tidak? Sepakat atau tidak? Rela atau tidak?” ujar Sukmadiarti. Dia menambahkan bahwa konflik sering terjadi karena ketidaksesuaian harapan, misalnya salah satu pasangan masih memiliki tanggungan untuk keluarga besar mereka.
Tinggalkan Komentar