Bisnis & Ekonomi

PPN Naik Jadi 12%, Pengusaha Tekstil: Pemerintah Bakal Kehilangan Pendapatan!

GELUMPAI.ID – Pemerintah memastikan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% hanya akan diterapkan pada barang mewah. Namun, keputusan ini menuai protes dari pelaku usaha, terutama di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT). Rencana kenaikan PPN menjadi 12% di tahun 2025 dipandang akan berdampak buruk bagi konsumen dan industri.

Direktur Eksekutif Yayasan Konsumen Tekstil Indonesia (YKTI), Ardiman Pribadi, sebelumnya juga mengkritik keras rencana kenaikan PPN ini. “PPN tidak hanya dilihat dari angka yang tercatat, tapi dari efek berantai yang terjadi. Saat ini, dengan PPN 11%, konsumen sebenarnya membayar hingga 19% lebih, hampir 20%,” ujar Ardiman, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Minggu (8/12/2024).

Ardiman menambahkan bahwa kenaikan PPN ini akan langsung dibebankan pada konsumen akhir. Bahkan, menurut hitungannya, jika PPN naik menjadi 12%, beban yang harus ditanggung konsumen akhir bisa mencapai 21,6% dari harga barang.

“Kenaikan PPN ini akan membuat konsumsi tekstil menurun. Tujuan pemerintah untuk memperoleh pemasukan lebih besar justru akan bertentangan dengan kenyataan, karena penurunan konsumsi tekstil akan membuat penjualan industri tekstil turun,” kata Ardiman.

Hal senada disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta. Ia menyatakan bahwa peningkatan PPN justru akan berdampak negatif terhadap penerimaan negara. “PPN 12% akan menjadi beban bagi konsumen, yang pada akhirnya akan berimbas pada penurunan volume barang yang terjual. Sebagai contoh, barang yang biasanya terjual 1 juta unit bisa turun jadi hanya 500.000 unit karena konsumen menahan pembelian,” jelas Redma.

Redma pun menekankan bahwa kenaikan PPN ini berisiko membuat pemerintah gagal mencapai target penerimaan yang lebih tinggi. “Peningkatan PPN justru akan memperkecil volume penjualan, yang berakibat pada penurunan total penerimaan negara,” tambahnya.

Ardiman mengusulkan agar pemerintah lebih fokus pada pemberantasan impor ilegal, yang menurutnya lebih efektif dalam meningkatkan pendapatan negara. “Selama 5 tahun terakhir, penerimaan negara diperkirakan hilang Rp46 triliun akibat impor ilegal. Jika impor ilegal diberantas, penerimaan negara bisa meningkat Rp9 triliun per tahun tanpa perlu menaikkan PPN,” ujarnya.

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar