News

Jakarta Berisiko Dihantam Tsunami Hanya 2,5 Jam Usai Megathrust Selat Sunda Pecah

GELUMPAI.ID – Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengingatkan ancaman tsunami yang berpotensi menghantam Jakarta jika segmen megathrust di Selat Sunda pecah. Menurut Nuraini Rahma Hanifa, peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, gempa megathrust di wilayah selatan Jawa dapat terjadi kapan saja dengan magnitudo hingga 9,1, memicu tsunami yang menjalar hingga ibu kota.

“Dari hasil simulasi, tsunami bisa tiba di Jakarta sekitar 2,5 jam setelah gempa. Tinggi gelombangnya mencapai 1,8 meter di pesisir utara Jakarta,” ungkap Rahma dalam acara peringatan 20 tahun tsunami Aceh di Banda Aceh.

Hasil penelitian menunjukkan, tsunami serupa pernah terjadi sebelumnya, seperti tsunami Pangandaran pada 2006. Fenomena ini diakibatkan oleh marine landslide di Nusa Kambangan. Rahma juga menyebut, energi tektonik di zona subduksi selatan Jawa terus terkunci dan bisa memicu goncangan besar yang berdampak luas.

Mitigasi Jadi Kunci!

BRIN menekankan pentingnya mitigasi bencana dengan pendekatan struktural dan non-struktural. Strukturalnya mencakup pembangunan tanggul tsunami dan vegetasi alami seperti mangrove. Sementara itu, pendekatan non-struktural melibatkan edukasi masyarakat, simulasi evakuasi, hingga jalur evakuasi yang aman.

“Retrofitting bangunan sangat penting, terutama di kawasan padat penduduk seperti Jakarta, untuk mengurangi risiko kerusakan dan korban jiwa,” kata Rahma. Selain itu, kawasan industri seperti Cilegon juga harus mewaspadai potensi kebakaran akibat kebocoran bahan kimia yang bisa menjadi bahaya sekunder.

Megathrust: Bom Waktu

BMKG mencatat dua zona megathrust yang menjadi ancaman besar, yakni Selat Sunda dan Mentawai-Siberut. “Rilis gempa di dua segmen ini tinggal menunggu waktu,” ujar Daryono, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG. Seismik gap di kedua zona ini menunjukkan bahwa energi besar telah terkunci selama ratusan tahun.

Sebagai langkah mitigasi, BRIN bersama BMKG dan Kementerian Kelautan dan Perikanan tengah memperkuat sistem peringatan dini tsunami. “Kami memasang sensor untuk mendeteksi perubahan muka air laut di daerah rawan tsunami,” jelas Rahma.

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar