Wara-Wiri

Jejak Manusia di Mars: Sampah atau Warisan Berharga?

GELUMPAI.ID – Meski belum ada manusia yang benar-benar menjejakkan kaki di Mars, jejak kehadiran manusia sudah menghiasi permukaan planet merah tersebut. Sejak kecelakaan wahana Mars 2 milik Uni Soviet pada tahun 1971, berbagai benda buatan manusia telah tersebar di sana. Mulai dari puing-puing pesawat luar angkasa, parasut bekas, hingga jejak roda rover turut menjadi saksi bisu eksplorasi antariksa. Bahkan, bakteri dari Bumi juga secara tak sengaja ikut terbawa ke Mars.

Kini, para ahli antropologi, termasuk peneliti Universitas Kansas Justin Holcomb, mendesak badan antariksa seperti NASA untuk membuat katalog objek-objek tersebut.

“Solusi untuk sampah adalah pembuangan, tetapi solusi untuk warisan adalah pelestarian. Ada perbedaan besar,” kata Holcomb, dikutip dari Mashable, Kamis (21/12). Ia menekankan pentingnya membedakan antara sampah dan warisan, terutama dalam eksplorasi antariksa.

Sampah Antariksa di Mars: Catatan Sejarah atau Beban Lingkungan?

Biasanya, istilah “sampah antariksa” merujuk pada puing-puing yang mengorbit Bumi, yang dapat membahayakan satelit atau astronaut. Namun di Mars, istilah ini memiliki makna yang lebih unik. Puing-puing di Mars lebih dianggap sebagai catatan arkeologis tentang kehadiran manusia di planet tersebut.

Pendekatan serupa sudah diterapkan NASA pada tahun 2012, ketika mereka mencatat sekitar 800 benda yang ditinggalkan di Bulan, termasuk kamera, peralatan ilmiah, hingga sepatu astronaut. Tujuan utamanya adalah melestarikan artefak sejarah ini, bukan sekadar mendata kekacauan yang ditinggalkan.

Namun, pelestarian di Mars menghadirkan tantangan besar. Lingkungan Mars yang keras, seperti radiasi kosmik, badai debu, dan perubahan suhu ekstrem, dapat dengan cepat merusak atau mengubur benda-benda tersebut. Sebagai contoh, rover Spirit yang berhenti beroperasi pada 2010 kini hampir terkubur oleh gundukan pasir yang terus bergerak.

Bahkan, fenomena “devil dust” yang diabadikan Mars Reconnaissance Orbiter pada tahun 2012 menunjukkan badai debu setinggi 12 mil. Meski terkadang membersihkan panel surya, badai ini justru lebih sering mempercepat kerusakan. Contoh lainnya adalah wahana InSight yang berhenti beroperasi pada 2022 setelah panel suryanya tertutup debu.

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar