Ruang Getizen

Terusirnya Orang Betawi: Dampak Pembangunan Gelora Bung Karno

GELUMPAI.ID – Gelora Bung Karno (GBK) adalah komplek olahraga yang terletak di kawasan Senayan, Jakarta. GBK juga merupakan salah satu komplek olahraga terbesar di Asia Tenggara dan menjadi simbol kebanggaan bagi warga Jakarta dan Indonesia. Namun, di balik megahnya komplek ini, terdapat sejarah kelam yang terkait dengan terusirnya orang Betawi dari kawasan tersebut.

Pada awal pembangunan GBK pada tahun 1960-an, sekitar 6.000 penduduk asli Betawi yang tinggal di kawasan Senayan dan sekitarnya terpaksa diungsikan dari tempat tinggal mereka. Mereka kehilangan rumah dan lahan yang telah menjadi tempat tinggal dan penghidupan mereka selama berabad-abad. Hal ini terjadi karena pemerintah saat itu memilih untuk mengejar pembangunan GBK dengan cara mengorbankan kepentingan masyarakat setempat.

Pembangunan GBK juga menimbulkan dampak sosial yang besar bagi masyarakat sekitar. Banyak dari mereka kehilangan sumber penghidupan mereka dan terpaksa mencari tempat tinggal dan pekerjaan baru di tempat lain. Orang-orang Betawi yang terusir dari kawasan Senayan juga kehilangan warisan budaya dan tradisi yang telah terjaga selama berabad-abad.

Namun, setelah 60 tahun berlalu, terusirnya orang Betawi dari kawasan Senayan ini masih menjadi polemik dan keluhan dari masyarakat setempat. Meskipun telah dibangun beberapa fasilitas publik di kawasan tersebut, seperti Balai Kota Jakarta dan Stadion Utama Gelora Bung Karno, tetapi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar masih jauh dari memadai.

Pemerintah dan pengembang perlu berbicara dengan masyarakat setempat untuk menemukan solusi yang lebih baik untuk mengatasi dampak negatif pembangunan GBK. Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan hak-hak masyarakat setempat, termasuk hak atas tanah dan tempat tinggal yang layak.

Kesimpulannya, terusirnya orang Betawi dari kawasan Senayan dan sekitarnya adalah sebuah tragedi sosial yang tidak boleh terulang kembali di masa depan. Pembangunan GBK yang megah harus dilakukan dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat sekitar dan menghindari tindakan diskriminatif yang merugikan mereka. Masyarakat setempat harus dilibatkan dalam pembangunan dan pengelolaan GBK sehingga mereka dapat merasakan manfaat dari pembangunan tersebut, dan tetap menjaga warisan budaya serta tradisi mereka.

Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar