Ekspor Kaki Kodok Indonesia, Peluang Besar di Meja Makan Eropa
GELUMPAI.ID – Jika di Indonesia kaki kodok hanya dikenal sebagai menu eksotis, di Prancis dan Belgia, sajian ini justru menjadi salah satu hidangan mewah yang sering ditemukan di restoran bintang lima. Permintaan terhadap kaki kodok terus tumbuh, menjadikan kedua negara ini sebagai pasar utama ekspor Indonesia. Namun, bagaimana perjalanan ekspor komoditas ini, dan apa strategi yang dibutuhkan untuk memperluas pasar?
Dilansir dari data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor kaki kodok Indonesia ke Belgia dan Prancis menunjukkan dinamika yang menarik. Pada 2023, nilai ekspor ke Belgia tercatat sebesar US$4,296,749 dengan volume mencapai 428.065 kg. Sebaliknya, ekspor ke Prancis jauh lebih besar, yakni sebesar US$10,313,667 dengan volume 1.163.801 kg. Data ini menegaskan bahwa Prancis menjadi pasar yang lebih menjanjikan dibandingkan Belgia.
Prancis, yang dikenal dengan budaya kuliner tradisionalnya, menggunakan kaki kodok dalam berbagai hidangan klasik seperti cuisses de grenouilles. Harga per porsinya bisa mencapai €20-30 (setara Rp330 ribu hingga Rp500 ribu), menjadikan kaki kodok komoditas dengan margin keuntungan tinggi. Di Belgia, kaki kodok juga digemari sebagai makanan pembuka dalam masakan kontemporer.
Tantangan dan Peluang
Namun, perjalanan ekspor kaki kodok ke Belgia tidak selalu mulus. Dikutip dari data historis, ekspor ke negara tersebut menunjukkan penurunan tajam selama lima tahun terakhir. Pada 2019, Indonesia berhasil mengekspor hingga 1,711,051 kg dengan nilai US$12,738,207. Angka ini menurun drastis hingga 428.065 kg pada 2023, mencatat penyusutan volume lebih dari 75% dalam lima tahun. Nilainya juga turun lebih dari 66%.
Penurunan ini sebagian besar dipengaruhi oleh kebijakan ketat Uni Eropa, khususnya Belgia, yang memberlakukan standar tinggi terhadap produk makanan impor. Sertifikasi, pengawasan kualitas, dan regulasi lingkungan menjadi tantangan utama bagi eksportir Indonesia.
Sebaliknya, ekspor ke Prancis menunjukkan tren positif. Dilansir dari BPS, pada 2019 volume ekspor hanya mencapai 212.001 kg dengan nilai US$1,720,780. Namun, pada 2023, angka tersebut melonjak menjadi1.163.801 kg, dengan nilai meningkat hampir enam kali lipat menjadi US$10,313,667. Lonjakan ini menunjukkan kemampuan eksportir Indonesia dalam beradaptasi dengan selera pasar Prancis dan memenuhi standar kualitas tinggi.
Ancaman Persaingan dan Keberlanjutan
Meski demikian, ekspor kaki kodok masih menghadapi ancaman besar. Dikutip dari berbagai sumber, Uni Eropa terus memperketat standar keberlanjutan, yang mencakup sertifikasi produk, pelestarian habitat alami, dan pengawasan ketat terhadap praktik penangkapan. Selain itu, persaingan harga dari negara eksportir lain seperti Vietnam juga menjadi ancaman bagi komoditas ini.
Strategi Mengoptimalkan Potensi Ekspor
Untuk memastikan keberlanjutan ekspor kaki kodok, Indonesia perlu mengambil langkah strategis:
1. Meningkatkan kualitas pasokan melalui penerapan praktik terbaik dalam pengelolaan sumber daya alam.
2. Memperkuat branding kaki kodok sebagai produk premium, didukung sertifikasi internasional untuk meningkatkan kepercayaan pasar global.
3. Mengembangkan pasar baru di negara-negara Eropa lainnya yang memiliki selera serupa, seperti Jerman atau Italia.
Dengan strategi ini, kaki kodok Indonesia berpotensi terus menjadi primadona di meja makan kelas dunia. Dikutip dari berbagai laporan, kualitas dan keberlanjutan harus menjadi dua pilar utama untuk menghadapi persaingan di pasar global. Kini saatnya eksportir Indonesia menggali potensi penuh dari komoditas unik ini.
Tinggalkan Komentar